Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Peranan Guru Dalam Pendidikan


BAB III
FATHANAH BAGI PENDIDIK

A. Peranan Guru Dalam Pendidikan

 Guru, sebagaimana pameo lama, adalah sosok yang di gugu dan di tiru, guru adalah sebagai orang tua kedua bagi anak didiknya. Karena itu, sebelum memberikan ilmunya, yang pertama harus dilakukan oleh guru adalah menganggap anak didiknya sebagai anak sendiri. Agar timbul rasa belas kasih dan kasih sayang yang tulus dalam mengajar, sehingga guru ikhlas dalam mengajarkan ilmunya karena tanggung jawab dan perhatian, bukan hanya karena materi dan mengharap imbalan.1
Sebagai seorang pendidik, guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap hasil didikannya. Kita semua tahu bahwa para orang tua menitipkan dan mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan baik sekolah maupun pesantren (formal dan informal) adalah agar sang anak menjadi pribadi yang bukan hanya pandai dari segi intelektual, melainkan juga cerdas secara moral dan spriritual alias menjadi orang yang pintar, baik dan berbudi. Tentu sebagai tenaga pendidik, guru seharusnya memiliki kemampuan untuk itu, yang dilakukan dengan cara professional sesuai dengan kaidah paedagogie atau kaidah didaktik.
Dalam dunia didaktik atau pendidikan, sebagian para ahli pendidikan membedakan antara pendidikan dan pengajaran, meskipun keduanya sangat sulit dipisahkan, akan tetapi, memang terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara makna kedua istilah tersebut. Pengajaran artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut. Kata “mengajar” berarti memberi pelajaran.
Berdasarkan arti-arti ini, kemudian kamus besar bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai “proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan. Berdasarkan pengertian ini, pengajaran adalah kegiatan menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar ia menerima dan menguasai materi pelajaran tersebut, atau dengan kata lain agar siswa tersebut memiliki ilmu pengetahuan.2
Sedangkan pendidikan, dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif (mewakili atau mencerminkan segala segi), pendidikan ialah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.
Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran, karena pendidikan pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran. Pemahaman ini memang tidak sepenuhnya salah, karena pengajaran boleh jadi tidak sama persis dengan pendidikan, tetapi tidak berarti diantara keduanya terdapat jurang pemisah yang mengakibatkan timbulnya perbedaan yang mencolok. Pendidikan juga boleh dipandang lebih utama daripada pengajaran, dalam arti sebagai konsep ideal (sebagai landasan hukum). Namun, sulit dipercaya apabila ada sebuah sistem pendidikan dapat berjalan tanpa pengajaran. Intinya, seperti yang diungkapkan dosen penguji dalam sidang skripsi saya, pengajaran membuat seseorang menjadi pintar, sedangkan pendidikan membuat seseorang menjadi benar. Ini karena pengajaran hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid, sedangkan pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga disertai dengan penekanan agar murid mengaplikasikan ilmu pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak bertentangan dengan norma.3
Dalam mendidik, tentu setiap guru memiliki cara dan metodenya sendiri, yang tujuan utamanya adalah agar ilmu pengetahuan yang di transfer dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh semua anak didiknya. Karena itu, dalam menggunakan metode harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik. Contoh kecilnya adalah, seorang pendidik yang mengajar di tempat yang terpencil dimana sarana dan prasarana yang ada kurang memadai, tentu media yang digunakan dalam mengajarpun terbatas, sehingga dibutuhkan metode yang menarik minat siswa dalam pelajaran, untuk pelajaran Ilmu pengetahuan alam, misalnya, guru dapat langsung menggunakan segala yang terdapat di alam sekitar yang sesuai dengan materi yang disampaikan sebagai media atau alat bantu. Tentu dibutuhkan kreatifitas dan keahlian guru dalam mengatasi masalah seperti diatas.
Begitu besar dan beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh seorang guru dalam mendidik dan mencerdaskan anak didiknya, sehingga seringkali karena beban tersebut guru melakukan segala cara yang memungkinkan diterimanya ilmu yang diajarkannya dengan baik oleh anak didiknya, walaupun seringkali cara-cara yang dilakukan guru tersebut kurang tepat, bahkan bertentangan dengan kaidah paedagogie itu sendiri. Akan tetapi, dikarenakan setiap kemampuan anak didik tidak sama, menyebabkan timbulnya problem tersendiri bagi seorang guru dalam mendidik siswa. Sehingga terkadang sebagai manusia biasa, guru merasa putus asa dan kehilangan kesabaran hingga timbul aksi kekerasan terhadap siswa, baik kekerasan secara verbal, maupun secara fisik. Pada dasarnya, aksi kekerasan guru terhadap murid tidak terlepas dari bentuk pendidikan yang ingin dicapai oleh guru itu sendiri.4
Akibat kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran yang beragam, ada yang cepat tangkap alias cerdas, ada juga yang lambat dalam menerima pelajaran (ini bisa diakibatkan oleh tingkat kecerdasan siswa yang memang rata-rata bahkan rendah, atau karena perilaku siswa dalam kelas yang menyimpang, seperti tidak memperhatikan saat guru menerangkan pelajaran), Acapkali guru beranggapan dan berharap bahwa ketika dengan cara biasa siswa tidak dapat menangkap pelajaran dengan baik, mungkin dengan cara yang tegas, agak keras bahkan keras diharapkan oleh guru bahwa siswanya akan menunjukkan suatu perubahan sikap (perilaku) maupun hasil belajar (prestasi) yang lebih baik. Dari sini kita dapati bahwa seringkali bentuk kekerasan guru terhadap siswa adalah sebagai bentuk usaha terakhir guru, dalam menyampaikan pendidikan.
Walaupun dalam bentuk dan situasi yang bagaimanapun, suatu bentuk kekerasan guru terhadap siswa itu bertentangan dengan kaidah pendidikan modern itu sendiri, terutama berkaitan dengan pertimbangan kejiwaan (psikologis) anak didik. Walaupun hampir seluruh guru menyadari hal ini, akan tetapi keadaan dilapangan, ditambah mungkin kondisi psikologis dari guru itu sendiri menyebabkan hilangnya control diri (self control) yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru hingga menimbulkan tindak kekerasan terhadap siswa.
Berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa seperti yang terungkap di berbagai media baru-baru ini, sebenarnya menunjukkan tidak adanya sinergitas yang baik antara orang tua siswa (wali murid) dengan guru. Seringkali dalam setiap tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa, guru tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak juga memegang peran yang sangat penting dalam pendidikan anak, terutama sebagai penunjang prestasi belajar dan sebagai tauladan dalam bertingkah laku (pendidikan moral dan akhlak), memang ada pepatah yang mengatakan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa guru disini adalah bukan melulu pendidik dilingkungan pendidikan formal (sekolah) melainkan juga guru pertama dan utama dalam pendidikan dan perkembangan kepribadian anak dilingkungan keluarga yaitu orang tua. Orang tua adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, tempat dimana anak belajar tentang segala hal yang baru dia ketahui dalam hidupnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebelum mengenal lingkungan luar yang lebih luas semacam sekolah, anak terlebih dulu hidup dan berinteraksi dilingkungan yang lebih sempit yaitu komunitas keluarga, terutama dalam hal ini orang tua.5
Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar waktu guru ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan masyarakat.
Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat diharapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.
Peran guru adalah ganda, disamping ia sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik. Dalam rangka mengembangkan tugas atau peran gandanya maka oleh  Zakiah Daradjah disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:
Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji, perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.
Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransferkan sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu terutama dalam membina sikap dan ketrampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlakul karimah.
Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun tugas guru lebih konprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.
Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.6
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik  dan mau melakukannya (domain psikomotor). Proses pembiasaan itu tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan juga orang tua.  
Sebagai seorang pendidik muslim, kita perlu menggali kembali nilai-nilai Islam sebagai pijakan kita dalam menjalankan tugas profetik dan profesionalismenya. Guru utama yang menjadi panutan kita adalah Rasulullah saw. Beliau mengemban misi mulia dari Allah swt yang tercermin dalam surat al-Jumu'at ayat 2:
هو الذي بعث فى الأميين رسولا منهم يتلو عليهم أياته ويزكيهم ويعلهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبلى ضلا ل مبين ) الجمعة:٢(
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (as-Sunnah), dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. al-Jumu'at: 2 )

Tugas Nabi Muhammad saw antara lain adalah membacakan ayat-ayat Allah swt, menyucikan dan mengajar manusia. Beliau sebagai pendidik bukan hanya sekedar membacakan atau menyampaikan, tetapi juga menyucikan, yakni membersihkan jiwa dan mengembangkan kepribadian. Sedangkan mengajar adalah mengisi benak peserta didik dengan pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang menjadi tujuan penciptaan manusia, yakni menjadi khalifah sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 31:
وإّذ قال ربك للملائكة إنى جاعل فى الأرض خليفة قالو ا أتجعل فيها من لفسد فيها و يسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إنى أعلم ما لا تعلمون) البقرة:٣٠(
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Qs. Al-Baqarah: 30)

Dan untuk mengabdi, beribadah kepada Allah SWT sebagaiman firmannya dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون ) الذاريات:٥٦(
Artinya:   Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Qs. Adz-Dzariyat: 56).

Atas dasar itulah, maka dalam pandangan Prof. Quraish Shihab, tujuan pendidikan Islam, yang sekaligus peranan yang diharapkan dari pendidik muslim adalah: membina manusia secara pribadi dan kelompok agar mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifahNya guna membangun dunia ini sesuai dengan "konsep" yang ditetapkan Allah SWT.
Peranan para guru mendapatkan penghargaan yang tinggi dalam Islam. Mereka adalah pewaris sejati ajaran Rasulullah SAW. Melalui merekalah, ajaran dan nilai-nilai Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW ditransmisikan dari generasi ke generasi.
Guru merupakan faktor penting dalam pendidikan, guru dijadikan teladan, bagi siswa,. guru menjadi media dan fasilitator yang memahami dan menghayati para siswa yang dibinanya. Guru harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, ditambah lagi kemampuan memfilter budaya ke barat-baratan yang sangat menjamur disegala aspek. Oleh sebab itu gambaran perilaku guru yang diharapkan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keadaan itu sehingga dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru diharapkan mampu mengantisipasi perkembangan keadaan dan tuntutan masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang.7
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Beberapa peranan guru yaitu :
1. Sebagai korektor
Guru harus bisa membedakan nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, sehingga guru dapat menilai dan mengoreksi semua tingkah laku, sikap dan perbuatan anak didik. Jadi peran guru sebagai korektor ialah mengembangkan kemampuan berprilaku melalui kebiasaan-kebaiasaan yang baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk.
2. Sebagai inspirator
Guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Disini peran guru ialah menuangkan ide-ide atau gagasan atau melakukan inovasi pembelajaran guna kemajuan anak didik. Misalnya menciptakan atau mengembangkan berbagai media, alat maupun metode-metode pembelajaran.
3. Sebagai informatory
Guru memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain materi yang telah diprogramkan sesuai kurikulum. Kemudian guru harus mengembangkan dirinya dengan terus belajar tentang kemajuan-kemajuan teknologi agar tidak “gagap teknologi (gatek)” dan memiliki yang luas diberbagai hal.
4. Sebagai organisator
Guru memiliki kegiatan pengelolan akademik, menyusun tata tertib sekolah dan menyusun kalender akademik. Semua kegiatan harus diorganisasikan dengan baik sehingga tercapai efektivitas dan efesiensi pembelajaran.
5. Sebagai motivator
Guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar lebih bersemangat dan aktif dalam belajar, motivasi ini lebih efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak.
6. Sebagai inisiator
Peran guru sebagai pencetus ide-ide dalam kemajuan pendidikan dan pembelajaran. Guru harus mampu mengembangkan dan memberi sumbangsih pemikiran demi kemajuan pendidikan mulai dari yang terkecil seperti dalam kelas dan sampai yang terbesar dalam lingkup sekolah maupun wilayah yang lebih luas lagi.
7. Sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya menyediakan fasilitas yang memudahkan kegiatan belajar dan dapat menyenangkan atau bisa membangkitkan anak didik untuk bereksplorasi serta menyalurkan minat dan keingintahuannya secara aktif.
8. Sebagai pembimbing
Bimbingan yang diberikan guru sebaiknya sesuai dengan kebutuhan anak didik. Jika dilihat anak tersebut mampu melaksanakan tugasnya, namun dia tampak manja atau tidak mau melakukannya maka cobalah untuk bersikap tegas dengan meminta anak untuk mencoba melakukannya sendiri dahulu sampai anak itu benar merasa membutuhkan bantuan barulah guru membantunya.
9. Sebagai pengelola kelas
Pengelolan kelas menunjukkan pada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar, termasuk pengaturan tempat duduk, ventilasi, pengauran cahaya dan pengaturan penyimpanan barang.
10. Sebagai mediator
Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media material amaupun nonmaterial. Sehingga guru dapat menentukan media yang paling sesuai untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Selain sebagai mediator, guru juga sebagai penengah dalam proses belajar anak didik khususnya saat kegiatan diskusi kelompok.
11. Sebagai demonstrator
Dalam kegiatan pembelajaran tidak semua materi pelajaran dapat dipahami oleh anak mengingat kemampuan setiap anak berbeda-beda. Untuk materi yang sulit dipahami oleh anak didik, sebaiknya guru memperagakan sehingga dapat membantu anak yang belum memahami materi tersebut. Untuk materi yang cukup berbahaya dilakukan oleh anak sendiri, sebaiknya guru bertindak sebagai demonstrator.
12. Sebagai supervisor
Guru dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pembelajaran. Kelebihan yang dimiliki supervisor selain posisinya ada juga karena pengalaman, pendidikan, kecakapan atau keterampilan yang dimilikinya atau memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol dari pada orang-orang disupervisinya. Dengan peran guru sebagai supervisor, guru juga harus memilki kesadaran untuk dapat menilai kinerjanya sendiri untuk meningkatkan kegiatan pembelajarannya.
13. Sebagai evaluator
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik, sedangkan tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepadaa anak didik.8
Dalam proses belajar mengajar guru harus memiliki kemampuan mendidik, melatih, membina dan  mengembangkan potensi siswa.  Sangat kita sayangkan masih banyak diantara guru belum melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan harapan, karena disebabkan berbagai faktor penghambat yang menghalanginya. Kemampuan guru belum menunjang pelaksanaan tugasnya, kesejahteraan masih rendah, bagaimana produk pendidikan yang dapat dihasilkan.
Banyak peneliti menulis di media massa atau menyampaikan di media elektronik dan juga pakar-pakar pendidikan dalam bukunya menyebutkan seperti penulis uraikan di atas. Sangat mengecewakan generasi anak bangsa. memang tidak dipungkiri kalau kita melihat per individu “Indonesia” boleh bangga, karena mendapat medali emas dibeberapa bidang mata pelajaran tingkat internasional. Namun kalau kita lihat pula jumlah usia sekolah tingkat menengah dan universitas diseluruh Indonesia berapa persen yang berprestasi di tingkat internasiol ditinjau dari kelimuan. 
Dalam perkembangan abad ke-21 guru dituntut untuk dapat bekerja dengan teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi perkerjaannya, kemantapan dalam berkerja hendaknya merupakan karakteristik pribadinya sehingga pula kerja seperti ini terhayati oleh siswa sebagai pendidikan. Kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya tetapi tumbuh melalui proses belajar mengajar dan proses pendidikan yang sengaja diciptakan. Banyak diantara guru, jangankan koleksi buku, meja belajar pun tidak ada dirumah, “dia seorang guru”, bagaimana mau tumbuh kreatif kerja. Belum lagi untuk membaca dan menulis mengembangkan, dari 2,7 juta guru lebih kurang pada tahun 2005 yang lalu (sumber Waspada) mungkin satu porsen saja yang betul-betul guru, sedangkan lain dari itu berpikir sudah menyimpang, ditambah lagi Indonesia sudah mulai melangkah demokrasi, dan guru pun sudah mulai ikut ke kanca politik.
Kemampuan guru dalam proses belajar mengajar baru dapat dirasakan dan dipantau oleh siswa antara lain :
a.      Siswa dapat menghayati penyajian guru
b.     Penyajian bahan disesuaikan dengan keadaan siswa
c.      Bimbingan dalam proses latihan dirasakan siswa
d.     Guru membantu siswa dalam kendala-kendala belajar
e.      Guru berusaha menjawab pertanyaan siswa seandainya siswa belum mengerti.
f.      Guru membahas soal-soal latihan yang tidak dapat dipecahkan
Banyak yang lain bisa timbul kalau setiap guru memahami persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan setiap tanggung jawab memerlukan sejumlah kemampuan dan setiap kemampuan dapat dijabarkan yang lebih khusus antara lain :
  1. Tanggung jawab moral, artinya Guru harus memiliki kemampuan menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral
  2. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, artinya Guru harus menguasai cara belajar mengajar yang efektif dan mampu membuat Satuan Pendidikan (SP) “sebelum Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)” dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setelah KBK.
  3. Tanggung jawab guru dalam bidang kemasyarakatan, artinya Guru mampu membimbing mengabdikan dan melayani masyarakat.
  4. Tanggung jawab guru dalam keilmuan, artinya Guru selaku ilmuwan bertanggung jawab dan turut serta memajukan ilmu terutama ilmu yang telah menjadi specialisnya dengan melaksanakan analisa dan perkembangannya.
Keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran terletak pada kemampuan mereka mengelola belajar kondisi belajar dan membangun struktur kognitifnya pada bagian pengetahuan awal serta mempersentasikannya kembali secara benar.
Untuk menjawab permasalahan di atas Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah mencarikan solusi dengan diwajibkannya pembelajaran tuntas dengan metode pembelajaran remedial. Banyak guru belum mengerti pembelajaran tentang remedial sehingga bertanya bagaimana waktunya, apa metode yang akan dilakukan. Pembelajaran remedial pada dasarnya bagian dari pembelajaran keseluruhan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tidak semua siswa mencapai ketuntasan dalam belajar, artinya ada siswa yang tidak mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan pembelajaran biasa dilaksanakan untuk memberikan kesempatan agar siswa yang “terlambat” mencapai ketuntasan, menguasai materi pembelajaran, maka diadakan kembali pembelajaran, yaitu pembelajaran remedial (Remedial Teaching).
Melalui pembelajaran remedial guru menyiapkan pelatihan yang mengembangkan skill, yang meliputi hubungan antar personal, berkomunikasi, pemecahan masalah, mengelola diri sendiri, belajar mandiri, berpikir mandiri, mengembangkan kreatifitas dan menggunakan teknologi sebagai sumber belajar. Disamping itu pembelajaran remedial membantu siswa belajar sepanjang hayat (Live Long Learning), membantu mengembangkan sikap positif dan nilai-nilai sebagai bekal belajar selanjutnya.9
A.    Pentingnya Sifat Fathanah Sebagai Contoh Teladan

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual dan social. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan dan perbuatannya, baik material ataupun spiritual, diketahui atau tidak diketahui.
Dari sini, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan–perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka sianak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dan dalam sikap yang menjauhkan diri dari perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan agama. Dan jika pendidik bohong, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina, maka sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.10
Anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, bagaimanapun suci beningnya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip – prinsip kebaikan dan pokok–pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagi teladan nilai–nilai moral yang tinggi. Kiranya sangat mudah bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai metode pendidikan, tetapi teramat sukar bagi anak melaksanakan berbagi metode tersebut, ketika ia melihat orang yang mengajarinya tidak mengamalkan metode–metode tersebut.
Oleh karena itu, kenabian adalah penugasan bukan yang dicari – cari, karena Allah SWT lebih mengetahui dimana ia menempatkan tugas kerasulan. Dia juga lebih mengetahui manusia pilihanNya yang ditugaskan sebagai Rasul yang membawa kabar baik dan peringatan ! Hal ini sesuai dengan firmanNya yang terdapat dalam Al-qur’an surat Al-ahzab ayat 21:
لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة لمن كان ير جو الله واليوم الإخر وذكر الله كثيرا  )الأحزاب  :٢١(

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.( Qs. Al-ahzab : 21 )

            Dalam ayat yang lain Allah SWT juga berfirman :
يا أيها النبى إنا أسلناك شا هدا ومبشرا ونذيلر, وداعيا إلى الله بإذنه وسراجا منيرا
) الأحزاب  ٤٦ - ٤٥  )
Artinya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. ( Qs. Al-ahzab : 45-46 )

Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya. Oleh karena itu, pada bab ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan keteladanan dalam hubungannya dengan pendidikan.
Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw. hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan. Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar.11
Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll. Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.         Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam surat Al-Baqarah ayat 44:
أتأمرون النان بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون )البقرة:٤٤(
Atinya:            Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidaklah kamu pikirkan? (Qs. Al Baqarah: 44).



1Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.

2 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 735.

               3 Zakiah Daradjah, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 2000), hal. 129.
4 Abdurrahman Saleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hal. 19.

5 Ahmad Rohani, pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,2001), hal. 110.
               6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya , 2006), hal. 221.
               7 Bambang Sudibyo, Pendidikan Akhlak Makin Penting, dalam Bernas, (Yogyakarta: PT. Bernas, 2002), hal. 33


               8 Abdurrahman Nahiawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. Herry Noer All, Bandung: Diponegoro,2008). hal. 18

               9 Sahabuddin. Mengajar dan Belajar. Makassar : ( State Universiti of Makassar Press. 1999).hal. 10


               10 Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, ( Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2001).hal. 29

               11 Fromm, Erich, “The Anatomy of Human Destructiveness” dalam Kamdani, terj. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia,  ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000).hal 67.