Prinsip Keadilan dalam Evaluasi Pendidikan
A.
Prinsip Keadilan dalam Evaluasi
Pendidikan
Kata atau
istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk
menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata
'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukum dan sebagainya digunakan oleh al-Qur'an dalam
pengertian keadilan[1].
Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja
kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu[2]. (ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan
dan 'adl dalam arti tebusan). Kalau dikatagorikan, ada beberapa
pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam al-Qur'an dari akar kata ‘adl itu, yaitu sesuatu yang benar,
sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam
mengambil keputusan (Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas
dasar keadilan).
Dari
terkaitnya beberapa pengertian kata 'adl dengan wawasan atau sisi
keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi warna
keadilan’ mendapat tempat dalam al-Qur'an, sehingga dapat dimengerti sikap
kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah)
sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam
keyakinan atau akidah mereka. Kesimpulan di atas juga diperkuat
dengan pengertian dan dorongan al-Qur'an agar manusia memenuhi janji, tugas dan
amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan,
merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur
dalam bersikap, dan seterusnya. Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang
harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar
keadilan dalam al-Qur'an. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur'an
mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari
revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu dengan segenap
bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan
ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu Sebab
kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini, bahwa sifat dasar
wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur''an ternyata bercorak mekanistik,
kurang bercorak reflektif.
Rasul
merupakan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan petunjuk bagi umat
manusia. Untuk menjalankan tugasnya, Rasul diberi beberapa bekal, diantaranya
adalah al-Kitab dan al-mizan. Dengan keduanya, Allah berharap dalam
kehidupannya manusia dapat menerapkan prinsip-prinsip keadilan sebagaimana yang
terdapat dalam surat al-Hadid ayat 25 sebagai berikut:
لَقَدْ
أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ
وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ
بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ
وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ) الحديد: ٢٥(
Artinya: Sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah
Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(Qs. Al-Hadid:25)
Dengan
demikian, keadilan merupakan prinsip hidup manusia yang harus dipahami dan
diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupannya. Dalam ayatnya yang lain,
secara tegas Allah memerintahkan kepada manusia untuk berlaku adil dan
senantiasa berbuat kebajikan sebagaimana yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat
90 sebagai berikut:
إِنَّ
اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ) النحل: ٩٠(
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.(Qs. An-Nahl:90)
Keadilan merupakan perintah Allah, yang harus
ditegakkan secara mutlak dan tanpa pandang bulu. Prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan merupakan suatu substansi yang dipandang sangat
esensial dalam melandasi model sistem pendidikan nasional yang pada UU Sistem
Pendidikan Nasional sebelumnya tidak pernah ada. Dalam prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan dirumuskan sejumlah kata, frase, dan kalimat kunci
yang sangat penting dalam menegakkan dan mengembangkan penyelenggaraan
pendidikan sehingga benar-benar mampu mengantarkan setiap insan manusia menjadi
warga negara yang bermartabat. Beberapa prinsip-prinsip yang patut diangkat, di
antaranya bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan
tidak diskriminatif; pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Namun nilai-nilai luhur yang
terkandung tersebut pada kenyataannya tidaklah mudah untuk meaktualisasikannya.
Untuk itu perlu upaya bersama yang sinergis dan produktif dalam mensukseskannya.
Evaluasi
harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal
yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan
ketidakobjektifan evaluasi. Menegakkan prinsip keadilan. Islam sangat
menekankan pentingnya menegakkan keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakat
dan berorganisasi. Al-Qur’an juga banyak membicarakan tentang prinsip keadilan,
di antaranya adalah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ) المائدة: ٨(
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs.
Al-Maidah: 8)
[2] Ibid., hal. 45.