Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Prinsip-prinsip Pendidikan Anak


A.    Prinsip-prinsip Pendidikan Anak                                                           
Prinsip-prinsip Pendidikan Anak

Adapun prinsip-prinsip pendidikan anak dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.     Prinsip Iman atau taqwa.
      Prinsip ini menekankan agar proses pendidikan yang berlangsung berazaskan sistem nilai iman dan taqwa, dengan meninggalkan segenap bentuk dan kemungkinan munculnya gejala fujur yang dapat menghanguskan nilai/upaya yang selama ini dijalankan.[1] Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا) الشمس: ٨- ١٠(
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) fujur dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Qs. Asy-Syam :8-10)[2]

2.     Prinsip Sumber Rujukan.
      Prinsip ke dua merupakan konsekuensi atas prinsip pertama. Karenanya, rujukan bagi sebuah kebijakan pendidikan, perumusan kurikulum, dan operasional pendidikan, serta perangkat-perangkat pendidikan, tidaklah boleh lepas dan bertentangan dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah menurut pemahaman salafus sholeh). Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
 وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً) النساء: ١١٥(
Artinya: Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Qs. an-Nisaa’ : 115)[3].
3.     Prinsip Tashfiyah wa at-Tarbiyyah.
Prinsip ini mengharuskan adanya tashfiyah, yakni permurnian Islam dari hal-hal yang mengeruhkan kejernihannya dalam segala bidang. Dan hal ini merupakan kewajiban para ulama dan mengikuti jejak mereka.  Dan tashfiyah tidaklah sempurna, melainkan dengan tarbiyah, yaitu mendidik kaum Muslimin di atas Islam yang murni, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sesuai pemahaman para sahabat.[4] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
 هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ) الجمعة: ٢(
Artinya:   Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. al-Jumu’ah : 2).[5]

4.     Prinsip Pemerataan.
Prinsip ini menekankan bahwa menuntut ilmu atau memperoleh pelayanan pendidikan adalah hak bagi semuanya, baik bagi laki-laki maupun wanita, kaya maupun miskin, masyarakat kota maupun desa. Jika pemerataan di dalam menuntut ilmu telah tersebar, maka anak-anak kita kelak, jika menghadap Robb mereka, dapat mempertanggungjawabkan hidup mereka, insyaAllah. Sebab, menuntut ilmu merupakan kewajiban yang berlaku bagi siapa saja[6].
5.     Prinsip Belajar Sepanjang Hayat.
Prinsip ini menekankan bahwa belajar tidaklah terikat oleh umur seseorang. Selama hayat di kandung badan, maka wajib belajar akan berlangsung terus-menerus. Seperti yang dikatakan Imam Syafi’i dalam sya’irnya,“Saudaraku, ilmu itu tidaklah bisa Anda raih kecuali dengan 6 hal, akan saya jelaskan kepada Anda perinciannya (yaitu), kecerdasan, kemauan yang keras, kesungguhan, bekal harta, bimbingan guru dan lama waktunya (terus belajar sepanjang hayat)” Orang-orang yang beriman dan bertaqwa, sudah sepatutnya senantiasa berusaha terus menerus secara berkesinambungan untuk belajar guna meningkatkan kualitas diri dan orang-orang di sekitarnya. Dengan ilmu, kehidupan menjadi berkembang, senantiasa dinamis, dan penuh kreativitas[7]. Derajat hidup orang-orang yang beriman dan berilmu akan terus meningkat, tidak hanya di sisi manusia, melainkan juga di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Firman-Nya,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ)المجادلة: ١١ (
Artinya:     “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. al-Mujaadilah : 11)[8].

6.      Prinsip Rendah Hati.
Ilmu merupakan anugerah Allah yang besar kepada hamba-hamba-Nya, tidaklah seseorang bisa mendapatkan ilmu melainkan karena pertolongan dan hidayah dari-Nya.[9] Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ) البقرة: ٣٢(
Artinya:     Mereka menjawab (para malaikat): “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Baqarah: 32)[10]

7.      Prinsip Manfa’at dan Mashlahat.
Prinsip ini menekankan bahwa setiap akitivitas pendidikan dan atau pembelajaran hendaklah memperhatikan segi manfaat dan mashlahat. [11]
8.     Prinsip Keutamaan (Prioritas).
Prinsip ini menekankan bahwa ilmu syari’at itu sangatlah luas dan kompleks, sehingga memerlukan adanya skala prioritas dalam upaya untuk meraihnya. At-Tauhid adalah merupakan bidang kajian yang menempati prioritas pertama dan terutama.  Di samping itu, integrasi nilai iman dan taqwa ke dalam bidang studi lainnya dan dalam praktek pendidikan adalah suatu upaya yang harus dilakukan terlebih dahulu, sebab ia secara langsung akan mencapai tujuan pendidikan. Karena itulah, pengembangan kurikulum sebagai implementasi sistem pendidikan dan wahana kondusif bagi pelaksanaan proses pendidikan anak, harus diorganisir sebaik mungkin.
9.      Prinsip Keseimbangan.
Prinsip ini menekankan adanya keseimbangan, keadilan di dalam semua sisi aktivitas pendidikan. Firman-Nya,
 وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً) البقرة: ١٤٣ (
Artinya: Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan. (Qs. al-Baqarah : 143)[12]

Melalui prinsip ini, gejala ekstrimitas yang melampaui batas kewajaran segera dapat diatasi. Hal itu berarti, antara idealisme dan kemampuan yang ada perlu diselaraskan. Artinya, aktivitas pendidikan beroperasi sesuai dengan kesanggupan maksimal yang ada dengan tetap berusaha meningkatkan kemampuan menuju idealisme[13].
10.   Prinsip Selaras dengan Hakikat Manusia.
Pendidikan adalah upaya orang dewasa di dalam mendidik anak untuk mencapai kedewasaannya sesuai dengan fitrah diri anak didik. Prinsip ini meliputi: pertama, mengembangkan fithrah, kedua, memelihara kemuliaan anak., ketiga, menyadarkan tugas dan fungsi manusia, keempat, mendidik sesuai dengan kemampuan intelektualitas anak dan kelima, membina kepribadian.[14]




[1] Ramayulis, llmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hal. 20.

[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan,...hal. 1064

[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan,...hal. 117
[4] Ramayulis, llmu Pendidikan,....., hal. 21.

[5] Ibid, hal. 932.

[6] Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 44.
[7] Ibid, hal. 45.

[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan,...hal. 908.

[9] Ahmad Khursyid, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith, ( Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 21.

[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan,...hal. 8.

[11] Ibid, hal. 22.

[12]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan,...hal. 10 .

[13] An-Nahlawi, Prinsip..., hal. 25.

[14] Ibid.,