Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Profil Lukman Al-Hakim


BAB III
Profil Lukman Al-Hakim
A.    Latar Belakang Internal Lukman Al-Hakim


1.     Latar Belakang Keluarga    
Ulama salaf berselisih pendapat tentang Luqman, apakah dia seorang nabi ataukah seorang hamba yang saleh saja tanpa predikat Nabi? Ada dua pendapat mengenai hal itu; kebanyakan ulama mengatakan bahwa dia adalah seorang hamba yang saleh, bukan seorang Nabi. Said Ibnul Musayyab berkata, “Ia berasal dari Sudan Mesir. Ia diberikan anugerah hikmah oleh Allah Swt, tetapi bukan kenabian”. Mujahid berkata, “Luqman adalah seorang hamba sahaya yang berkulit hitam, berbibir tebal, dan berkaki retak-retak”.[1]
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Asy’as dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak dari negeri Habsyah (Abesenia) dan seorang tukang batu. Al-auza’I mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam datang kepada Sa’id, maka Sa’id Ibnu Musayyab menghiburnya, “Janganlah kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal dari bangsa kulit hitam, yaitu bilal, Mahja’ maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal”.[2]
Semua asar ini menjelaskan bahwa Luqman bukanlah seorang Nabi, dan sebagian lainya mengisyaratkan kearah itu (seorang Nabi). Dikatakan bahwa dia bukan seorang Nabi karena dia adalah seorang budak; hal ini bertentangan dengan sifat nabi, mengingat semua itu maka jumhur ulama salaf menyatakan bahwa Luqman bukanlah seorang Nabi.[3]
Sesungguhnya pendapat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang Nabi hanyalah menurut riwayat yang bersumber dari Ikrimah jika memang sanadnya sahih bersumber darinya[4]. Riwayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui Waki’, dari Israil, dai Jabir, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang nabi. Jabir yang disebutkan dalam sanad riwayat ini adalah Ibnu Yazid Al-Ju’fi, seorang yang berpredikat daif, hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Nama Luqman ialah Luqman bin Ba'uran bin Nahur bin Tarakh. Ada juga yang mengatakan beliau ialah Luqman bin ‘Unqan bin Marwan. Hidup sebelum kebangkitan Nabi Daud a.s. Ada juga yang mengatakan nama lengkapnya adalah Luqman bin Tsaran ada juga yang mengatakan Ibnu Ba’ur bin Nahir bin Aazir.[5]
Al-Tabari dan Al-Qutaibi menyebut “nama anak Lukman Al-hakim adalah Taran, ada pula yang mengatakan nama anak Luqman ialah Matsan, ada beberapa nama lain yang telah disebut adalah An'am/Asykam/Mushkam”[6].
Luqman memberi fatwa sebelum kebangkitan Nabi Daud a.s. tetapi selepas Nabi Daud a.s. diutus menjadi Nabi beliau berhenti memberi fatwa malah berguru dan mengambil ilmu daripada Nabi Daud a.s.[7] Kebanyakan sarjana Islam mengatakan Luqman al-Hakim merupakan seorang yang saleh bukan nabi. Manakala sarjara barat meyakini bahawa beliau merupakan seorang nabi. Walau apa sekalipun beliau tetap mendapat anugerah yang sangat baik daripada Allah Swt. lantaran jasa dan pendidikan yang diberikan beliau untuk keluarga dan anak-anak.
Pada pendapat al-Baidhowi Luqman al-Hakin ialah Luqman bin Ba'uran daripada anak Azar yaitu anak Nabi Ibrahin a.s. Luqman juga merupakan anak saudara Nabi Ayub a.s. Beliau berbangsa kulit hitam dari negeri Nuwabi, Sudan, Mesir. Beliau berjumpa dengan Nabi Daud a.s. dan mendapat pendidikan daripadanya. Kemudian Allah s.w.t. memberikan beliau hikmah yaitu akal yang cerdas, kebijaksanaan ilmu dan teguh pendirian. Kebanyakan ulama berpendapat beliau seorang hakim bukan nabi. Beliau hanya memberi fatwa sebelum kebangkitan nabi Daud a.s.[8]
Abdullah Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ayyasy Al-Qatbani, dari Umar Maula Gafrah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang laki-laki berdiri di hadapan Luqmanul Hakim, lalu bertanya, “Bukankah engkau adalah Luqman budak Banil Has-sas?” Luqman menjawab, ”ya.” Lelaki itu bertanya lagi “Bukankah engkau pernah menggembalakan kambing?” Luqman menjawab, “ya.” Lelaki itu bertanya lagi, “Bukankah kamu berkulit hitam?” Luqman menjawab, “Adapun warna hitam kulitku ini jelas, lalu apakah yang mengherankanmu tentang diriku?” Lelaki itu menjawab, “orang-orang banyak duduk di hamparanmu, dan berdesakan memasuki pintumu, serta mereka rida dengan ucapanmu.” Luqman berkata, “Hai saudaraku, jika engkau mau mendengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu, tentu kamu pun dapat seperti diriku[9]. Aku selalu merundukan pandangan (dari hal-hal yang diharamkan), lisanku selalu kujaga, makankau selalu bersih(halal), kemaluanku aku jaga (tidak melakukan zina), aku selalu jujur dalam perkataanku , semua janjiku kutepati, tamu-tamuku selalu kumuliakan, para tetanggaku selalu kuhormati, dan aku tidak pernah melakukan hal yang tidak perlu bagiku. Itulah kiat yang menghantarkanku kepada kedudukanku sekarang seperti yang kamu lihat”.
Disebutkan dalam suatu asar garib bersumber dari Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza’I, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Basyir, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Allah menyuruh Luqman memilih antara hikmah dan kenabian. Maka Luqman al-hakim memilih hikmah, tidak mau memilih kenabian[10].
Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa Jibril mendatanginya saat ia sedang tidur. Jibril menaburkan kepadanya atau mencipratkan kepadanya hikmah itu. Pada pagi harinya Luqman dapat mengucapkan kata-kata hikmah. Sa’id mengatakan, Qatadah pernah berkata bahwa dikatakan kepada Luqman, “Mengapa engkau memilih hikmah atau ditaburi hikmah, padahal Tuhanmu menyuruhmu memilih?” Maka Luqman menjawab, “Seandainya aku diharuskan menjadi Nabi, tentulah aku berharap memperoleh keberhasilan dan tentu pula aku berharap dapat menunaikan tugas risalahku sebaik-baiknya. Tetapi ternyata Dia menyuruhku memilih, maka aku merasa khawatir bila tidak mampu menjalankan tugas kenabian. Karena itulah maka hikmah lebih aku sukai.”[11]                           
2.     Latar Belakang Pendidikan
“Hikmah yang Allah Swt. berikan kepadanya antara lain berupa ilmu, Agama, benar dalam ucapan, dan kata-kata yang bijaknya cukup banyak lagi telah dima’tsur”[12]. Dia memberi fatwa sebelum Nabi Dawud as diutus dan sempat menjumpai masanya, lalu menimba ilmu darinya dan (Lukman) meninggalkan fatwanya. Ketika ditanyakan kepadanya tentang sikapnya itu, dia menjawab: “Tidakkah lebih baik bagiku berhenti memberi fatwa bila telah ada yang menanganinya?.                                                 
3.     Karya-karya yang di Hasilkan
Luqman  yang  disebut  oleh  surah  Lukman  adalah  seorang  tokoh  yang  diperselisihkan  identitasnya.  Orang  Arab  mengenal  dua  tokoh  yang  bernama Luqman.  Pertama,  Luqman  Ibn  Ad.  Tokoh  ini mereka  agungkan  karena wibawa, kepemimpinan,  ilmu, kefasihan dan kepandaiannya.  Ia kerap kali dijadikan  sebagai pemisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang  terkenal dengan  kata-kata  bijak  dan  perumpamaan-perumpamannya.  Agaknya  dialah  yang dimaksud oleh surat ini[13]. Dalam tafsir Ibnu Katsir bahkan disebutkan nama lengkap  Luqman adalah Luqman bin Anqa’ bin Sadun menurut kisah yang dikemukakan oleh  As-Suhaili.[14]                     
4.     Karir yang dicapai    
Luqman al-Hakim, lelaki Habsyi yang Allah Ta’ala se-butkan namanya dengan penuh kemuliaan di dalam kitab suci-Nya, Alquran Karim. Inilah Luqman, hamba Allah yang memperoleh karunia berupa hikmah. Sebuah kearifan yang berpijak pada tulusnya cinta, lurusnya akidah dan bersihnya iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla; tidak bercampur iman itu dengan kemusyrikan. Inilah yang perlu kita perhatikan baik-baik, sebab adakalanya orang yang merasa mencintai Allah Ta’ala, masih mencampurkan keimanan dengan kemusyrikan. Mereka mencintai sesembahan selain Allah Ta’ala sebagaimana mereka mencintai Allah.        
B.    Latar Belakang Eksternal Lukman Al-Hakim
                                         
1.     Kondisi Sosial Politik
Luqman Hakim, seorang tokoh besar di zamannya, bukanlah orang biasa, sehingga Allah Swt. menuturkan kisahnya di dalam Alquran sebagai i’tibar bagi generasi umat manusia selanjutnya. Keindahan dan keagungan budi pekertinya, keilmuannya yang mendalam, serta kecerdasannya dalam menyusun dan meletakkan dasar-dasar metode pendidikan bagi anak membuat ia layak diteladani oleh generasi manusia setelahnya[15].
Dituturkan dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, buku yang ada di hadapan Anda ini akan mengupas tuntas segala rahasia Luqman Hakim. Siapa sebenarnya Luqman Hakim, apakah ia seorang Nabi atau waliyullah, seperti apa metode dan cara mengajar yang dicontohkannya, serta seperti apa prinsip-prinsip dasar untuk membangun masyarakat Islam yang diwariskannya.
Didukung tafsir komprehensif tentang ayat-ayat seputar kehidupan dan kisah-kisah serta keteladanannya, diperjelas dengan tuturan hadis-hadis sahih Rasulullah Saw. tentang keutuhan pribadinya, buku ini akan membuat Anda mampu menyelami selaksa hikmah yang diwariskan Luqman Hakim, seorang kekasih Allah yang namanya lekat dalam Alquran.  
Luqman bukanlah seorang yang terpandang atau memiliki pengaruh. Ia hanya seorang hamba Habasyah yang berkulit hitam dan tidak punya kedudukan sosial yang tinggi di masyarakat[16]. Namun hikmah yang diterimanya menjadikan ucapannya dalam bentuk pesan dan nasehat layak untuk diikuti oleh seluruh orang tua tanpa terkecuali. Hal ini terungkap dalam riwayat Ibnu Jarir bahwa seseorang yang berkulit hitam pernah mengadu kepada Sa’id bin Musayyib. Maka Sa’id menenangkannya dengan mengatakan: “Janganlah engkau bersedih (berkecil hati) karena warna kulitmu hitam. Sesungguhnya terdapat tiga orang pilihan yang kesemuanya berkulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula Umar bin Khattab dan Luqman Al-Hakim.                     
2.     Kondisi Intelektual   
Lukman adalah seorang hamba yang shaleh yang dikarunia al-Hikmah. Hikmah menurut Ibnu Abbas adalah akal, pemahaman dan kecerdasan. Senada dengan itu, mujahid mengartikan hikmah dengan akal, pemahaman dan kesesuaian antara perkataan dan tindakan. Sedangkan menurut Ar-Raghib, hikmah adalah pengetahuan segala yang ada dan pengetahuan tentang perbuatan baik. Masih menurutnya, hikmah adalah kesesuaian tentang ilmu dan amal. Lain lagi dengan Abu Hayyan, ia menafsirkan hikmah dengan manthiq yang dengannya seseorang dapat memberikan nasehat dan peringatan sehingga orang-orang datang kepadanya untuk meminta nasehat-nasehatnya.[17] Dari sini jelaslah, bahwa Luqman adalah seorang bijak yang dianugerahkan kecerdasan dan pemahaman tentang kebaikan serta sosok teladan yang memiliki kesesuaian antara ilmu dan amal maupun perkataan dan tindakan.
Kisah Luqman merupakan potret orang tua dalam mendidik anaknya dengan ajaran keimanan dan akhlak mulia. Dengan pendekatan persuasif, Luqman dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga Allah mengabadikannya dalam Alquran dengan tujuan agar menjadi ibrah bagi para pembacanya[18]. Setidaknya ada empat pesan moral yang dapat diambil dari kisah Luqman ini yang dapat dijadikan sebagai dasar dan acuan dalam mendidik anak. Keempat pesan moral itu adalah menanamkan aqidah pada anak, mengajarkannya bersyukur dan berbakti kepada Allah dan orang tua, membiasakannya beramal shaleh sejak usia dini, dan mengajarkannya akhlak mulia dan etika berinteraksi dengan sesama.                                                          
3.     Tokoh Yang Mempengaruhinya
Adapun masa hidupnya menurut ulama berkisar seperti berikut:
Pertama, ia hidup diantara masa Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Kedua, ia anak Kuisy bin Syam bin Nuh dilahirkan 20 tahun dizaman kerajaan Dawud, dan ia hidup sampai zaman Nabi Yunus. Ketiga, menurut tarikh tentang umat-umat dan agamanya, maka bani Israil mengakui bahwa Luqman termasuk dari golongannya. Ia hidup dimasa Nabi Daud as dan memilih diberi hikmah daripada kenabian. “Sedangkan orang Yunani mengaku ia dari golongannya dan memanggilnya Isyub dari desa Amartum yang dilahirkan sesudah berdirinya kota Roma selang 200 tahun”[19].                          
4.     Metode (corak) Berpikir Lukman Al-Hakim                                       
Luqman menyadari bahwa pendidikan aqidah perlu di tanamkan pada anak sejak dini. Pendidikan tauhid amat sangat penting sekali sebagai modal dasar bagi anak dalam menjalani kehidupan. Pesan ini beliau sampaikan seperti dalam firman Allah Swt.: “Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: “hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”(QS.Luqman: 13).  Tanggung jawab pendidikan terhadap anak didiknya dalam Islam meliputi tanggung jawab untuk menyelamatkan hidupnya kelak di akhirat. Karena itulah pendidikan tauhid menempati kedudukan yang utama. Dengan prinsip tauhid ini sang anak akan bisa beramal hanya hanya untuk Allah Swt. semata, tanpa di campuri dengan tujuan yang lain.
Syirik merupakan dosa terbesar dan Allah Swt. tidak akan mengampuninya, Allah Swt.  berfirman: “sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang di kehendaki-Nya. (QS.An-Nisa’:116) Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menanamkan dalam mendidik anak-anaknya akan  ke tauhidan kepada Allah Swt., agar anak-anak ini kelak menjadi generasi yang muwahhid (mengesakan Allah Swt), kita harus mengawali sejak sedini mungkin sebelum terlambat, untuk akhiryna menyesal.


               [1] Wahbah Zuhaily, dalam Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (hati yang selamat hingga kisah Luqman), (Bandung: Marja, 2007), hal. 154-155.
              
               [2] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 21, Terj, Bahrun Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2006), hal. 169.

               [3] Ibid., hal. 171.

               [4] Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 125 Ulama Besar, Cet. 4, (Jakarta : Darul Ulum, 1993), hal. 231.

               [5] Majdi Asy-syahari, Pesan-Pesan Bijak Luqmanul Hakim, (Jakarta : Gema Insani Press. 2005), hal. 13.
               [6] Syarif hade Masyah, Menjadi Ibu Bapa Genius berdasarkan Luqman al-Hakim, (Selangor: PTS Melenia Sdn. Bhd, 2010), hal. 39.

               [7] Jalal al-Din Muhammad Bin Ahmad, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Darul Ilmi, 2000), hal. 129.
              
               [8] Wahbah Zuhaily, Tafsir ..., hal. 157.

               [9] Moh. Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jilid 3), (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal. 89.

               [10] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustak Panjimas, 1988), hal. 257.
               [11] Sa’ad Abdul Wahid, Tafsir al-Hidayah (ayat-ayat aqidah), Cet.  I, (Yogyakarta: Suara Muhamadiyyah, 2003), hal. 198.

               [12] Ali Bin Hasan Al-Athas. Nasehat Luqmanul Hakim Untuk Generasi Muda, (tarjamah), (Jakarta: Titian Ilahi Pres, 1993), hal. 29.
              
               [13] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-QurĂ­an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 125.

               [14] M. Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 789.
               [15] Saifudin Aman, 8 Pesan Luqman al-Hakim, (Jakarta: al-Mawardi Press, 2008), hal. 45.
              
               [16] Abdullah Al-Ghamidi, Namanya Luqman al-Hakim, (Yogjakarta: Diva Press, 2008), hal. 34.
               [17] Majdi Asy-syahari, Pesan-Pesan Bijak Luqmanul Hakim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 29.
              
               [18] Ibid., hal. 29.
               [19] Ibid., hal. 50.