eksistensi pendidikan agama terhadap pengembangan mental anak
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah.
Islam merupakan agama yang mempunyai sistem hidup yang lengkap dalam
semua kegiatan dan tidak melepaskan diri dari peraturan-peraturannya itu. Islam
adalah agama yang menuntun pemeluknya kepada kebahagiaan, baik hidup didunia
maupun hidup di akhirat kelak.
Dalam syari’a Islam dianjurkan kepada setiap pemeluknya untuk
berusaha menuju terbentuknya manusia yang sempurna atau insan kamil. Di
samping itu, Islam juga menghendaki, agar setiap pikiran, perkataan maupun
perbuatan itu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah dituntut oleh Nabi
Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan sebagai tujuan tersebut, Islam
menetapkan aturan-aturan untuk umat manusia sesuai dengan fitrah manusia itu
sendiri[1].
Umat Islam sudah
lama mengidealkan pendidikan Islam. Mereka kemudian membangun madrasah sejak
tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan bahkan sampai tingkat perguruan
tinggi. Sedemikian tinggi kepercayaan mereka bahwa lembaga pendidikan Islam
mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang diedialkan, yakni menjadi
orang beriman, beramal saleh serta akhlakul karimah.[2]
Untuk membangun
lembaga pendidikan, karena tingginya semangat yang mereka miliki, tidak peduli
dengan keterbatasan tenaga, sarana dan juga dana yang digunakan untuk menyangga
program yang dikembangkan itu. Akibatnya, tidak sedikit lembaga pendidikan yang
dirintis dan dikelola masyarakat kondisinya sangat memprihatinkan. Proses
pendidikan kemudian berjalan apa adanya. Mereka rupanya kepercayaan bahwa
kegiatan pendidikan yang sebatas berlabel Islam itu agar mampu melahirkan
lulusan yang lebih baik bilamana dibandingkan dengan lembaga pendidikan selain
itu. Kualitas, seolah-olah hanya diukur dari label yang disandang, dan bukan
menyangkut isi yang berhasil dikembangkan.
Dari fenomena
lembaga pendidikan Islam ini, banyak hal yang dapat dikaji lebih jauh. Pertama,
bagi umat Islam pendidikan adalah sesuatu yang dipandang sebagai kebutuhan
mutlak, yang tidak bisa digantikan oleh lainnya. Yang dipentinghkan bagi mereka
adalah berlabel Islam dan syukur lagi jika diikuti oleh kualitas yang
sesungguhnya. Kedua, atas dasar kecintaannya pada jenis lembaga pendidikan
tersebut, masyarakat bersedia berkorban demi kelangsungan lembaga pendidikan
tersebut. Ketiga, mereka masih lebih mengedepankan label, yaitu label Islam
dari pada lainnya yang tidak menggunakan label itu sekalipun kualitasnya lebih
tinggi.
Atas dasar
kenyataan ini, maka siapapun pemimpin bangsa ini tidak akan bisa mengabaikan
lembaga pendidikan Islam, apalagi melarangnya. Jika masyarakat pecinta lembaga
pendidikan jenis ini merasa ditekan atau dihalangphalangi dalam mengembangkan
pendidikan Iislam, maka dengan cara apapun mereka akan mencari jalan keluarnya.
Dan justru dilarang atau dibatasi itu, maka semangat mereka akan lebih berkobar
dan demikian pula ekesediaan berkorban untuknya semakin tinggi.
Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa islam sangatlah mengutaakan pendidikan terhadap umatnya
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ini dapat kita lihat dari
pemaparan Al-qur’an tentang pentingnya pendidikan. Firman allah dalam Al-qur’an
surat Ali –
imran ayat 164:
لقد
من الله على المؤمنين إذ بعث فيهم رسولا من أنفسهم يتلو عليهم أياته ةيزكيهم
ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من فبل لفى ضلال مبين )آل عمران:١٦٤(
Artinya: Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang
nyata (Qs. Ali Imran : 164)
Dalam ayat yang lain di sebutkan:
... يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا
العلم درجات والله بما تعملون خبير )المجادلة:١١(
Artinya: …niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Qs. Almujadilah :11)
Kemudian juga Umat Islam sudah
lama mengidealkan pendidikan Islam. Mereka
kemudian membangun madrasah sejak tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan
bahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Sedemikian tinggi kepercayaan mereka
bahwa lembaga pendidikan Islam mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia
yang ideal, yakni menjadi orang beriman, beramal saleh serta berakhlakul
karimah.
Untuk membangun lembaga pendidikan, karena tingginya
semangat yang mereka miliki, tidak peduli dengan keterbatasan tenaga, sarana
dan juga dana yang digunakan untuk menyangga program yang dikembangkan itu.
Akibatnya, tidak sedikit lembaga pendidikan yang dirintis dan dikelola
masyarakat kondisinya sangat memprihatinkan. Proses pendidikan kemudian
berjalan apa adanya. Mereka rupanya kepercayaan bahwa kegiatan pendidikan yang
sebatas berlabel Islam itu agar mampu melahirkan lulusan yang lebih baik
bilamana dibandingkan dengan lembaga pendidikan selain itu. Kualitas, seolah-olah
hanya diukur dari label yang disandang, dan bukan menyangkut isi yang berhasil
dikembangkan.[3]
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan
pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan
pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap
pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian
yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh
pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan
dasar dan tujuan negara. Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka
pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa
demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara itu berdasarkan Otokratis,
Ketuhanan.[4]
Pendidikan agama sangat penting untuk pembinaan dan
penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama
mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang
ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak didik diberikan kesadaran kepada adanya Tuhan
lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan
Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar
terbiasa berbuat yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Aspek kedua dari
pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama
itu sendiri. Kepercayaan
kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan tidak
diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang
dilarang, apa yang dibolehkan, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang
dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama.
Sebagaimana diyakini oleh setiap muslim bahwa Islam adalah aga wahyu
terakhir yang mengembangkan misi Rahmatan Lil ‘Alamin yaitu terciptanya dunia
yang makmur, dinamis harmonis dan lestari. Sehingga seluruh penghuninya 180
baik makhluk-makhluk lain merasa aman, di dalamnya. Zarkowi Soejati dalam
tulisannya tentang modul-modul perguruan tinggi Islam mengemukakan pendidikan
Islam paling tidak mempunyai tiga pengertian:
Pertama, lembaga
pendidikan Islam itu pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat
mengejawantakkan nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lembaga pendidikan
itu dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.
Kedua, lembaga
pendidikan yang memberikan perhatian dan menyelenggarakan kajian tentang Islam
yang tercermin dalam program kajian sebagai ilmu dan diperlakukar seperti
ilmu-ilmu lain yang menjadi program kajian lembaga pendidikan ilmu yang
bersangkutan.
Ketiga, mengandung
kedua pengertian diatas dalam arti lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai
sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus tercermin dalam
penyelenggaraannya maupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam program
kajian.[5]
Manusia sebagai
makhluk pengemban amanah kekhalifaan mempunyai potensi yang luar biasa
besarnya, sehingga dapat mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka
membangun peradaban. Kemajuan sebuah bangsa pada umumnya di tentukan oleh
bangsa itu dalam mendapatkan sumber daya manusia melalui pergumulan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pertama, Allah
memerintahkan agar manusia senantiasa berfikir dan menggunakan fikiran dalam
memecahkan persoalan-persoalan hidup yang dihadapi seperti: dalam politik,
ekonomi, pendidikan, dll.
Kedua, Allah telah melakukan liberalisasi
dalam bidang ilmu. Semua manusia khususnya muslim baik laki-laki maupun
perempuan diwajibkan mencari ilmu kepada siapa saja kapan saja dan dimana saja.
Allah sangat mencela orang-orang yang bodoh, dan sebaliknya sangat mencintai
orang-orang yang berilmu.
Ketiga,
dengan akal manusia diperintahkan untuk membuktikan kekuasaan Allah dengan cara
mengkaji dan mengelola dalam demi keperluan kehidupan, tetapi dilarang untuk
membuat kerusakan dan pertumpahan darah.
Keempat,
manusia diperintahkan untuk Fa’tabiru Fil Ardhi (mengembara di muka
bumi) dalam rangka mencari ilmu pengetahuan.
Kelima,
kecintaan terhadap informasi atas pengetahuan yang akhirnya menumbuhkan
kecintaan kepada kegiatan belajar sebagaimana kita ketahui, bahwa A1-Qur’an
yang pertama kali turun adalah perintah Tuhan untuk membaca
(Iqra’, yaitu mengkaji idealis dan nilai-nilai
universal yang merupakan idealis manusia dan pedoman hidup absolut.[6]
Dari fenomena lembaga
pendidikan Islam ini, banyak hal yang dapat dikaji lebih jauh. Pertama, bagi umat Islam pendidikan adalah sesuatu yang dipandang sebagai
kebutuhan mutlak, yang tidak bisa digantikan oleh lainnya. Yang dipentinghkan
bagi mereka adalah berlabel Islam dan syukur lagi jika diikuti oleh kualitas
yang sesungguhnya. Kedua, atgas dasar
kecintaannya pada jenis lembaga pendidikan tersebut, masyarakat bersedia
berkorban demi kelangsungan lembaga pendidikan tersebut. Ketiga, mereka masih lebih mengedepankan label, yaitu label Islam
dari pada lainnya yang tidak menggunakan label itu sekalipun kualitasnya lebih
tinggi.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merasa tertarik dengan permasalahan ini
dan berniat melakukan telaah secara khusus dengan mengangkat sebuah judul dalam
penulisan karya ilmiah/ skripsi : ”eksistensi
pendidikan agama terhadap pengembangan mental anak”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana format pendidikan yang ideal menurut islam ?
2. Sejauh mana pengaruh dari pendidikan agama
terhadap pengembangan mental bagi anak-anak ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi
tujuan penulis membahas judul skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui Bagaimana format pendidikan yang ideal menurut islam.
2.
Untuk mengetahui
Sejauh mana pengaruh dari pendidikan agama terhadap pengembangan mental bagi
anak-anak.
D. Kegunaan Pembahasan
Adapun yang menjadi kegunaan pembahasan dalam penulisan skripsi ini
adalah:
Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku
pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya
mengenai eksistensi pendidikan agama
terhadap pengembangan mental anak. Selain itu hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan
kajian bidang study pendidikan islam.
Sedangkan secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti
dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan eksistensi pendidikan agama terhadap pengembangan mental anak ini
dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi
tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan
islam.
E.
Penjelasan Istilah
Adapun istilah yang
penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Eksistensi,
Pendidikan, Mental anak
1. Eksistensi Pendidikan Agama.
Desi Anwar dalam Kamus lengkap Bahasa
Indonesia menjelaskan Eksistensi adalah Adanya, keberadaan.”[7]
Adapun Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya ”Memelihara, memberi
latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an
sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.”[8]
Oemar Muhammad
Al-Syaibani dalam buku ”Filsafat Pendidikan” mengemukakan bahwa
”Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada
pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.”[9].
Dari pengertian di
atas maka yang penulis maksudkan dengan
pendidikan adalah suatu usaha membimbing dan membina pribadi muslim baik
jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya akhlak yang mulia.
Jadi, yang dimaksud
dengan “Eksistensi Pendidikan Agama”
adalah keberadaan pendidikan
dalam usaha membimbing dan membina pribadi muslim baik jasmani ataupun rohani
menuju terbentuknya akhlak yang mulia.
2. Mental Anak.
Desi Anwar dalam kamus lengkap bahasa Indonesia menjelaskan mental adalah batin, kejiwaan.”[10]
Adapun menurut Zakiah Darajat Mental anak adalah
kemampuan anak untuk menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana
ia hidup.[11]
Dari penjelasan istilah diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan “Eksistensi Pendidikan Agama Terhadap
Pengembangan Mental Anak” adalah keberadaan pendidikan
agama dalam mendidik mental dan kejiwaan bagi anak
F. Metode Pembahasan
Dalam penulisan ini penulis secara umum menggunakan ”Metode Deskriptif
Eksploratif” yaitu dengan memberi gambaran tentang eksistensi pendidikan agama terhadap
pengembangan mental anak berdasarkan data-data yang penulis peroleh
dari hasil telaah pustaka dengan menambah khazanah intelektual yang terdapat di
dalam Al-qur’an dan buku-buku yang penulis kaji yang berhubungan dengan objek
pembahasan penulis.
Adapun tehnik
penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku panduan penulisan proposal
dan skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan
Kabupaten Bireuen tahun 2009.
G. Sistematika Penulisan
Adapun
sisitematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pada
bab satu terdapat pendahuluan pembahasannya meliputi : latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan, penjelasan istilah,
metode pembahasan dan sistematika penulisan.
Pada bab dua terdapat pembinaan
agama dan mental anak pembahasannya meliputi: tanggung jawab orang tua dalam
mendidik anak, tanggung jawab guru dalam mendidik anak, keberadaan pendidikan
agama, mendidik anak dengan ilmu agama.
Pada
bab tiga terdapat pendidikan agama berbasis pengembangan mental anak, pembahasan
didalamnya meliputi: pengertian pendidikan, pendidikan agama, pendidikan mental
anak, pendidikan agama dan pengaruhnya terhadap pengembangan mental anak, analisis penulis.
Pada bab empat terdapat penutup pembahasan didalamnya meliputi kesimpulan dan saran-saran
[7] Desi Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I (Surabaya:
Karya Abditama,2001) hal. 130.
[8]Hobby, Kamus Populer,
Cet.XV, (Jakarta: Central, 1997 ), hal
28.
[9]Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat
Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), hal.44.
[10] Desi Anwar, Kamus
lengkap Bahasa Indonesia cet.I (karya abditama, Surabaya, 2001) hal. 130.