BAB I
P E N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai suatu agama, Islam memiliki
ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan
agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang
paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman
atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga
mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya
mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber
untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al
Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist,
sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar
terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program
pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat
bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan
al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam
upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan
menjadi merdeka, dan seterusnya.
BAB II
P E M B A H A S A N
A.
Pengertian Filsafat Pendidikan dan Perspektif Islam
1.
Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada umumnya dan
filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam
mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang
pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan
khususnya pendidikan Islam.
Kata filsafat atau falsafat, berasal
dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philoshophia yang berarti
cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka
dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan.[1] Ahmad
Hanafi mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya adalah cinta akan
kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah
cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan
kebijaksanaan.[2]
Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu
pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Berbagai pengertian (definisi) tentang
Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany
mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk
mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan
faktor yang integral atau satu kesatuan.
Sementara itu, filsafat juga
didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam
bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek
pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip
dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.[3]
Barnadib mempunyai versi pengertian
atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat
filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu
analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.
2.
Perspektif Islam
Pegertian filsafat berasal dari kata
Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti
cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom).[4]
Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut
failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A.
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah
cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.[5]
B.
Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
1.
Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan
mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan
Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran
kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
1)
Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara
berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang
dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian
dengan bagian lainnya saling berhubungan.
2)
Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal
artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
3)
Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya
persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan
mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam
ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa
mendatang.
4)
Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif,
artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris
atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung
nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya
adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.[6]
Pola dan sistem berpikir filosofis
demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai
berikut:
1)
Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan
dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk
ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di
alam nyata dan sebagainya.
1)
2)
Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam
semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis
akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini,
apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak
zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat
kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi
obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau
permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek
filsafat pendidikan meliputi:
1)
Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of
Education).
2)
Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek
pendidikan (The Nature Of Man).
3)
Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan.
4)
Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
5)
Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat
pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
6)
Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang
merupakan tujuan pendidikan.[7]
Dengan demikian dari uraian tersebut
diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah
semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami
hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan
pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang
dicita-citakan.
2.
Analisis Filsafat tentang Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan
masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang
bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan pada hakikatnya
keduanya adalah proses yang satu.
Dengan pengertian pendidikan yang
luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas
pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Sebagai
contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang
memerlukan anlisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1)
Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah
hakikat pendidikan. Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup
manusia.
2)
Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
3)
Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
Problema-problema tersebut merupakan
sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya
memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa
filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat
menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya.
Diantara pendekatan yang digunakan antara lain:
1)
Pendekatan secara spekulatif
2)
Pendekatan normative
3)
Pendekatan analisa konsep
4)
Analisa ilmiah[8]
Selanjutnya Harry Scofield,
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan,
menekankan bahwa dalam analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan
digunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan filsafat historis dan
pendekatan dengan menggunakan filsafat kritis.
Dengan pendekatan filsafat historis
yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang
diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat
sepanjang sejarah. Dalam sejarah filsafta telah berkembang dalam bentuk
sistematika, jenis dan aliran-aliran filsafat tertentu.
Adapun cara pendekatan filsafat
kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan
diusahakan jawabannya secara filosofis pula dengan menggunakan berbagai metode
dan pendekatan filosofis. Selanjutnya Schofield mengemukakan ada dua cara
analisa pokok dalam pendekatan filsafat kritis yaitu analisa bahasa
(linguistik) dan analisa konsep. Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan
interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah
(kata-kata) yang mewakili gagasan.
C.
Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
1.
Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
Sebagai ilmu, pendidikan Islam
bertugas untuk memberikan penganalisaan secara mendalam dan terinci tentang
problema-problema kependidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya.
Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak
melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga
fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai
bahan analisa[9].
Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan
keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu
berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling mempengaruhi)
atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan
untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi kehidupannya. Ia
memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar,
menyeluruh dan sistematis tentang hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan
yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan
menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam tentang hakikat masalah
yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan
landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan
pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam
dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal
(sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk
pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi”
(tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi
centra) yang meliputi:
1)
Induvidualisme
2)
Sosialitas
3)
Moralitas[10]
Ketiga kemampuan tersebut berkembang
dalam pola hubungan tiga arah yang kita namakan “trilogi hubungan” yaitu:
1)
Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
2)
Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
3)
Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus
mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas,
di bawah dan di dalam perut bumi ini.
2.
Analisis Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Dalam berbagai bidang ilmu sering
kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar
pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan
terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang
disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan
synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat
pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan
dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis
terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan
menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan
cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah
pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat
pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan
tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan
yang sejenis.[11]
Maka dari itu, filsafat pendidikan
sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu
pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis
pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan
penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau
guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan Islam
karangan Abuddin Nata, mengemukakan bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan
antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang
lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut
menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.[12]
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis bahas
diatas, maka pada bab ini penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran – saran
sebagai berikut:
A.
Kesimpulan
1. Kata filsafat
atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata
philoshophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang
berarti cinta, senang, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan
kebijaksanaan.
2. Secara makro
(umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya
adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan.
3.
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan
penganalisaan secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan
Islam sampai kepada penyelesaiannya.
B.
Saran – Saran
1. Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat
memperadalam ilmu pengetahuan, terutama tentang ilmu filsafat pendidikan, demi
untuk kemajuan pendidikan di masa yang akan dating
2. Disarankan kepada Pihak Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah Almuslim agar dapat menyediakan staf pengajar yang ahli dalam
masalah filsafat pendidikan demi untuk kemajuan mahasiswa di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet.
IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat
Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat,
Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan,
Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II,
Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat
Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
[1]
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, (Jakarta, Bulan
Bintang, 1990), hal. 29.
[2]
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar,..................., hal. 32
[3]
Prasetya, Filsafat Pendidikan, Cet. II, (Bandung, Pustaka Setia, 2000 ),
hal. 26
[4]
Prasetya, Filsafat,..................., hal 34
[5]
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar,..................., hal. 42
[6] Ali
Saifullah., Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya, Usaha Nasional,
1983 ), hal 17.
[7] Ali
Saifullah., Antara Filsafat,........................, hal. 22
[8]
Zuhairini. dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, ( Jakarta Bumi
Aksara, 1995 ), hal. 39.
[9]
Zuhairini. dkk., Filsafat Pendidikan,................., hal. 41
[10]
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, ( Jakarta, Logos Wacana
Ilmu, 1997), hal. 55
[11]
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan,................., hal. 28
[12] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan ...........,hal. 59
0 Comments
Post a Comment