Guru dan Murid dalam Pembelajaran Sejarah


1.     Guru dan Murid dalam Pembelajaran Sejarah

a.     Guru


Salah satu faktor keberhasilan dalam suatu lembaga pendidikan adalah sangat didukung oleh kemampuan dan penguasaan ilmu oleh seorang guru, baik guru pendidikan umum maupun pendidikan agama. Keterampilan seorang guru dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik sangat menentukan terhadap maju mundurnya suatu lembaga pendidikan.
Hasil wawancara dengan Teungku Dayah Darul Khairat Bireuen, bahwa guru yang ada di Dayah tersebut belum mencukupi dan belum berkualitas sebagai mana yang diharapkan, karena guru di  Dayah Dayah Darul Khairat Bireuen harus mampu mengajarkan berbagai macam ilmu dalam satu kelas, dan kebanyakan guru di dayah ini adalah lepasan dari Dayah lain. Begitu pula dengan masalah tidak cukupnya guru dapat dilihat dengan masih adanya guru yang mengajar pada malam hari, harus mengajar lagi pada pagi dan siang harinya.
Di samping guru tetap, di Dayah Darul Khairat Bireuen ini juga masih ada guru rangkang lainnya yang masih belajar. Guru-guru yang masih berstatus santri ini khusus diperbantukan untuk mengganti guru tetap apabila ada yang berhalangan atau tidak dapat hadir. Guru-guru bantu tersebut khusus diberikan kesempatan mengajar pada kelas di bawahnya, terutama untuk kelas santri TPA yang belajar di pagi dan sore hari.[1] Seiring dengan pengakuan Pimpinan Dayah Tgk. Zulfikkri H.M. Kasem TB, bahwa guru yang ada sekarang bukan semuanya dihasilkan dari Dayah Darul Khairat Bireuen namun sebahagiannya berasal dari alumni luar Dayah Darul Khairat Bireuen [2]
Tenaga pengajar Dayah Darul Khairat Bireuen diterima dari semua pesantren/dayah, asalkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.      Harus bisa membaca kitab kuning (Arab gundul) dan mampu mentransfer ilmunya kepada santri dengan baik.
b.     Harus berakhlak baik, berdisiplin tinggi serta mematuhi semua peraturan yang berlaku.
c.      Mau mengajar dengan ikhlas tanpa mengharapkan honor tetap. Dalam hal ini keikhlasan adalah modal utama untuk bisa bertahan lama dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya.[3]
b.     Santri
Santri Dayah Darul Khairat Bireuen diterima tanpa adanya suatu syarat apapun (tanpa test), kecuali mamatuhi semua peraturan yang berlaku.  Dayah Darul Khairat Bireuen terbuka untuk umum tanpa patokan umur dan tidak disyaratkan harus tamatan sekolah tertentu. Begitupun mengenai waktu lamanya belajar di  Dayah Darul Khairat Bireuen tidak ada batas waktu tertentu. Jumlah santri yang menetap pada  Dayah Darul Khairat Bireuen yaitu 60 orang. Kesemuanya itu berasal dari berbagai daerah di Provinsi Aceh, bahkan ada dua santri yang berasal dari luar Aceh, seperti Jakarta dan Medan. Sedangkan santri yang tidak menetap berjumlah 340 orang.[4]


[1]Hasil wawancara dengan Tgk. Zulfikkri H.M.Kasem TB, Pimpinan Dayah Darul Khairat Bireuen pada Tanggal. 10 Juli 2011.

[2]Hasil wawancara dengan Tgk. Zulfikkri H.M.Kasem TB, Pimpinan Dayah Darul Khairat Bireuen pada Tanggal 11 Juli 2011.

[3]Hasil wawancara dengan Tgk. Izuddin Guru Dayah Darul Khairat Bireuen pada Tanggal 15 Juli 2011.

[4]Hasil Wawancara dengan Tgk. Kasman Arifa Ketua Seksi Keamanan Dayah Darul Khairat Bireuen Tanggal 09 Juli 2011.


0 Comments