A. Konsep Paradigma Dalam
Islam
Dalam Filsafat Pendidikan
Islam, Prof.Tafsir menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah “Memanusiakan
manusia”. Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang
dapat dikatakan telah menjadi manusia apabila ia telah memiliki sifat
kemanusiaan. Itu meunjukkan bahwa tidak mudah untuk menjadi manusia.[1] Maka di sini perlunya
pendidikan sebagai sarana “Pemanusiaan” tadi. Karena proyek pemanusiaan ini
sangat sulit, maka tidak bisa instan, dan asal-asalan.
Maka Bertolak dari asumsi
bahwa life is education and education is life, dalam arti pendidikan
merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan
manusia adalah proses pendidikan (Long life education), atau konsep
Islamnya pendidikan sepanjang hayat, Minal mahdi ila lahdi maka
pendidikan Islam pada dasarnya hendak mngembangkan pandangan hidup Islami, yang
diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam. Dan
hal ini sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.
Mungkinkah Islam dapat
dijadikan alternatif paradigma Ilmu Pendidikan? Satu sisi pertanyaan itu dapat
dibenarkan, sebab kajian Islam selalu bertolak dari dogmatika Illahi yang harus
diyakini kebenarannya, bukan bertolak dari realitas sosio-kultur manusia,
sedangkan persoalan-persoalan pendidikan lebih merupakan persoalan praktis,
empiris, dan pragmatis. Namun di sisi lain, pertanyaan tersebut perlu dikaji
ulang. Sebab, tidak semua persoalan pendidikan dapat dijawab melalui analisis
Objektif-empiris, tetapi justru membutuhkan analisis yang bersifat aksiomatis,
seperti persoalan keberadaan Tuhan, manusia, dan alam. Masalah-masalah ini
lebih mudah dikaji melalui pendekatan agama.[2]
Seperti yang sudah saya
jelaskan di awal tulisan, bahwa Islam yang memiliki sifat universal dan
kosmopolit tak terbantahkan untuk bisa merambah ke ranah kehidupan apa pun,
termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu
Pendidikan paling tidak berpijak pada tiga alasan:
Pertama, Ilmu Pendidikan sebagai
ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh norma-norma
tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan
norma dalam Ilmu Pendidikan. enulis akan menjelaskan landasan normatif Islam
dalam hal pendidikan, sebagai berikut: Islam meletakkan prinsip kurikulum,
strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini
diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah
(pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami), Kedua,
Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal
shaleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam
Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas
pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan
atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh), Ketiga, Pendidikan
ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik
yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan
meminimalisir aspek yang buruknya[3].
Keteladanan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian
sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah SAW. Dengan demikian
Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al-quran
mengungkapkan bahwa Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yang
terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan hari akhirat.
Islam sebagai Paradigma
Ilmu pendidikan juga memiliki arti konstruksi sistem pendidikan yang didasarkan
atas nilai-nilai universal Islam. Bangunan sistem ini tentunya berpijak pada
prinsip-prinisp hakiki, yaitu prinsip at-tauhid, prinsip kesatuan makna
kebenaran dan prinsip kesatuan sumber sistem. Dari prinsip-prinsip tersebut
selanjutnya diturunkan elemen-elemen pendidikan sebagai World of view,
terhadap pendidikan. Paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa
agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari
segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang
ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits menjadi qa’idah fikriyah
(landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh
bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001). Paradigma
ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah
Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang
pertama kali turun:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ) العلق: ١(
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan. (Qs.
al-‘Alaq: 1).
Ayat ini berarti manusia
telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan
pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah
Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu
tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam
sebagaimana dalam surat Al-Qashash ayat 81:
فَخَسَفْنَا
بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ
اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ المُنتَصِرِينَ) القصص: ٨١(
Artinya: Maka Kami benamkanlah Karun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang
menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya).( Qs. Al-Qashash: 81 )
Paradigma Islam ini menyatakan
bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau
filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup
dan meliputi segala sesuatu. Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w.
632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah
Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah
Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut
sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan
misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana
matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang
berkata, “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Dengan
jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam
sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam
adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib
seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Qur`an:
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ
لِّأُوْلِي الألْبَابِ) آل عمران: ١٩٠(
Artinya: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imran:
190)
Inilah paradigma Islam
yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim.
Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi
sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari
paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam
antara tahun 700 – 1400 M.
0 Comments
Post a Comment