BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Mengajar adalah suatu
perbuatan yang kompleks, disebut kompleks karena dituntut dari guru kemampuan
personil, profesional, dan sosial kultural secara terpadu dalam proses belajar
mengajar. Dikatakan kompleks karena dituntut dari guru tersebut integrasi
penguasaan materi dan metode, teori dan praktek dalam interaksi siswa.
Dikatakan kompleks karena sekaligus mengandung unsur seni, ilmu, teknologi,
pilihan nilai dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar
mengajar sesuai dengan perkembangannya guru tidak hanya berperan untuk
memberikan informasi terhadap siswa, tetapi lebih jauh guru dapat berperan
sebagai perencana, pengatur dan pendorong siswa agar dapat belajar secara
efektif dan berikutnya adalah mengevaluasi dari keseluruhan proses belajar
mengajar. Jadi dalam situasi dan kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan
proses belajar mengajar tidak terlepas dari aspek perencanaaan, pelaksaan dan
evaluasi karena guru yang baik harus mampu berperan sebagai planner,
organisator, motivator dan evaluator[1].
Dari uraian diatas jelas
bahwa proses belajar mengajar diperlukan guru-guru yang profesional dan paling
tidak memiliki tiga kemampuan yaitu kemampuan membantu siswa belajar efektif
sehingga mempu mencapai hasil yang optimal, kemampuan menjadi penghubung
kebudayaan masyarakat yang aktif dan kreatif serta fungsional dan pada akhirnya
harus memiliki kemampuan menjadi pendorong pengembangan organisasi sekolah dan
profesi. Dengan kemampuan ini diharapkan guru lebih kreatif dalam proses
belajar mengajarnya.
Ada beberapa syarat untuk
menjadi guru yang kreatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Munandar yaitu:
1.
Profesional, yaitu sudah
berpengalaman mengajar, menguasai berbagai teknik dan model belajar mengajar,
bijaksana dan kreatif mencari berbagai cara, mempunyai kemampuan mengelola
kegiatan belajar secara individual dan kelompok, di samping secara klasikal,
mengutamakan standar prestasi yang tinggi dalam setiap kesempatan, menguasai
berbagai teknik dan model penelitian.
2.
Memiliki kepribadian,
antara lain: bersikap terbuka terhadap hal-hal yang baru, peka terhadap
perkembangan anak, mempunyai pertimbangan luas dan dalam, penuh perhatian,
mempunyai sifat toleransi, mempunyai kreativitas yang tinggi, bersikap ingin
tahu.
3.
Menjalin hubungan sosial,
antara lain: suka dan pandai bergaul dengan anak berbakat dengan segala
keresahannya dan memahami anak tersebut, dapat menyesuaikan diri, mudah bergaul
dan mampu memahami dengan cepat tingkah laku orang lain.[2]
Apabila syarat diatas
terpenuhi maka sangatlah mungkin ia akan menjadi guru yang kreatif, sehingga
mampu mendorong siswa belajar secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Menurut Budi Purwanto, tahapan dalam kegiatan belajar mengajar pada dasar nya
mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada kreativitas guru dalam
proses belajar mengajar mencakup cara-cara guru dalam mengadakan evaluasi.
Ditinjau
berdasarkan teoritis kependidikan bahwa guru adalah pendidik professional,
karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul pada pundak orang tua
(pendidik lain). Eksistensi guru memberi dampak terhadap kemajuan proses
pendidikan itu sendiri.
Dilihat
dari fungsinya guru tidak hanya sebatas sebagai pengajar, melainkan juga
mencakup sebagai pendidik, karena dalam proses mengajar juga tercakup unsur
mendidik, yang berarti tugas guru dalam mengajar tidaklah semata-mata
menyampaikan ilmu pengetahuan saja, melainkan turut mendidik atau menanamkan
norma-norma kesusilaan kepada anak didiknya.
Guru
dituntut memiliki kompetensi professional dalam melaksanakan proses
pembelajaran sekaligus mampu menanamkan sikap dan norma yang baik kepada
siswanya, atas dasar itulah maka guru memegang peranan besar dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian tugas guru tidaklah ringan, karena dengan
kehadiran guru memungkinkan proses pembelajaran dapat terlaksana, sehingga pada
akhirnya memungkinkan pencapaian tujuan pendidikan nasional baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Beberapa
faktor yang ikut mempengaruhi kompetensi guru dalam upaya menunjang proses
pembelajaran di sekolah, faktor tersebut diantaranya “Faktor sarana dan
prasarana pendidikan, geografis sekolah, serta kondisi masyarakat dan orang tua
siswa. Di samping itu, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai sehingga
mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan optimal”.[3]
Pembelajaran
yang optimal yang dimaksudkan adalah guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran mampu mengelola kelas dengan baik, menyajikan materi pelajaran
dengan menggunakan metode mengajar bervariasi, mampu melaksanakan evaluasi yang
baik bagi semua kegiatan positif ini hanya mampu dilaksanakan oleh guru yang
efektif.
Guru
yang efektif adalah guru yang berhasil mencapai sasaran yang dituntut
berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimilikinya. Untuk
mengukur keefektifan itu sendiri kita tidak mampu melaksanakan ciri-ciri saja
antara lain memiliki kecerdasan latar belakang yang tinggi. Menurut Burhani dan
Hasbi Lawrens kata “Kompetensi” diartikan dengan kecakapan, kewenangan, kekuasaan dan
kemampuan."[4]
Dari latar belakang
tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Kreatifitas Guru Agama
dalam Menggunakan Metode Pembelajaran Bidang Studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa.”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagi
berikut:
1. Bagaimana kreatifitas guru dalam menggunakan
metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa?
2. Apa sajakah kreatifitas yang di capai guru
dalam menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa?
3. Apa sajakah kendala-kedala dalam menggunakan
metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian
dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui kreatifitas guru dalam
menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa?
2. Untuk mengetahui kreatifitas yang di capai
guru dalam menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10
Jeumpa?
3. Untuk mengetahui kendala-kedala dalam
menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa?
D. Penjelasan
Istilah
Adapun istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai
berikut:
1. Kreatifitas
Berasal dari kata efektif yang
berarti tepat sasaran. Dalam dunia pendidikan pembelajaran yang efektif
ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara
aktif.[5] Kreativitas merupakan hasil dari pikiran yang
kreatif, atau kemampuan seseorang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu
yang baru. Menurut Jauh Yung dalam Ibrahim Muhammad, “Istilah Kreativitas (creativity)
berasal dari kata Latin, “Creare” yang artinya berbuat (to make)
atau dari kata Yunani “Kreiniene” yang artinya berhasil atau mewujudkan
(full fill)”. Sedangkan dalam bahasa Arab, dalam Lisan Al-Arab, karya
Ibnu Manzhur, ditegaskan bahwa arti kata Ibda’ adalah menciptakan tanpa
contoh, artinya menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai.[6]
Jadi, Jauh Yung mengisyaratkan bahwa kreativitas mencakup tiga unsur keahlian,
baru dan bernilai. Maksudnya adalah keahlian dalam memunculkan sesuatu yang
baru yang memiliki nilai dan manfaat.
Kreativitas
didefinisikan secara berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu, sehingga
pengertian kreativitas bergantung pada bagaimana pandangan orang yang mendefinisikannya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, “kreativitas berarti daya cipta atau kemajuan
mencipta”. Dalam hal ini kreativitas lebih diartikan pada cipta atau kemajuan
mencipta. Dalam hal ini kreativitas lebih diartikan pada kemampuan membuat
gabungan atau kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya, sekalipun dalam bentuk sederhana.[7]
Tetapi yang penulis maksudkan dengan efektivitas disini adalah
ketepatan dan kecepatan penerimaan materi pembelajaran pendidikan agama Islam
dengan menggunakan media pembelajaran. Apakah dengan menggunakan media tersebut
lebih bisa cepat diterima ataupun sebaliknya.
2. Guru
Bila diartikan secara
terpisah: Kata “guru” artinya pengajar. Sebenarnya kata guru bukan saja
mengandung arti “pengajar” melainkan juga “pendidik”, baik di dalam maupun di
luar sekolah”.[8]
Adapun kata agama diartikan dengan “Suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia
dalam mencapai hakikat hidupnya dan mengajarkan kepadanya tentang hubungan
dengan Tuhan, tentang hakikat dan maksud segala yang ada.”[9]
Berdasarkan Undang-
Undang No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dalam Bab I Pasal 1 Ayat (1),
Guru adalah Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.[10]
Guru
adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar. Menurut para ahli
guru adalah orang yang mempunyai profesi dan mengabdikan dirinya untuk mengajar[11]. Menurut
Zakiah Drajadjat kata “guru” artinya pengajar. Sebenarnya kata guru bukan saja mengandung
arti “pengajar” melainkan juga “pendidik”, baik di dalam maupun di luar
sekolah”.[12] Guru adalah orang yang
tugasnya mengajar, Abu Ahmadi menjelaskan bahwa guru adalah “setiap orang
dewasa yang dapat memberikan pertolongan kepada anak yang sedang berkembang
dengan penuh rasa tanggung jawab.”[13]
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah “orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik”.[14]
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu. Tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa
di mesjid atau di mushalla, di rumah dan sebagainya. Guru memang mengerti kedudukan
yang terhormat, sehingga masyarakat tidak mengubah figur guru.
3. Metode
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani yaitu “Methodos” yang
artinya “cara penyelidikan atau cara melaksanakan
sesuatu.”[15] Menurut Abu Ahmadi, “metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah
dirumuskan”.[16]
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara yang teratur dan
berfikir baik-baik untuk mencapai maksud, atau cara yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan”.[17] Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
thariqah yang berarti “langkah-langkah
strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut
Ahmad Husain al-Liqaini, metode adalah langkah-langkah yang diambil guru-guru
membantu para murid merealisasikan tujuan tertentu”.[18]
Metode
yang penulis maksudkan adalah suatu cara atau usaha guru agama dalam
menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10
Jeumpa.
4. Pembelajaran
Pembelajaran bersal dari kata “ajar” yang
mendapat imbuhan “be”yang mengadung makna ”usaha” selanjutnya kata tersebut
mendapat imbuhan “pe-an” yang mengandung makna “proses”, kata belajar diartikan
dengan berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan kata pembelajaran “berarti proses, cara, perbuatan menjadi orang atau makluk
hidup yang belajar”.[19] Menurut Ramly Yahya kata “pembelajaran bersal dari kata “belajar” yang bearti proses atau cara yang
menjadikan orang atau maklauk hidup belajar”.[20]
Sedangkan pembelajaran
sebagaimana yang disebutkan oleh Mukaiyat adalah “rangkaian yang dilakukan guru dan siswa dalam kegiatan pengajaran yang
mengunakan sarana atau fasilitas pendidikan yang ada untuk mecapai tujuan”.[21]
Adapun menurut penulis, Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
5. Bidang Studi PAI
Pendidikan agama Islam
adalah:
Upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati
hingga mengimani, bertaqwa,
dan berakhlak mulia
dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari
sumber utamanya yaitu
Al-quran dan Hadis,
melalui kegiatan, bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman diberangi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama
dalam masyarakat hingga
terwujudnya kesatuan dan
persatuan bangsa.[22]
Pendidikan Agama Islam
yang penulis maksudkan
disini adalah suatu
mata pelajaran yang ada di suatu
lembaga pendidikan, baik di sekolah-sekolah dasar, menengah dan juga umum.
E. Kegunaan
Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam
skripsi ini adalah sebagi berikut:
Secara teoritis pembahasan ini
bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan khususnya mengenai kreatifitas guru agama
dalam menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa. Selain
itu hasil pembahasan ini dapat di
jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
Secara praktis, hasil pembahasan
ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan
mengaplikasikan kreatifitas guru agama
dalam menggunakan metode pembelajaran bidang studi PAI di SD Negeri 10 Jeumpa ini dalam
pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi
tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan
Islam.
F. Kajian
Terdahulu
Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Rosmanita Nim: A. 284260/3210 (Sekolah
Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2011
dengan judul dengan judul skripsi Penerapan Metode Problem Solving Dalam Pembelajaran
PAI di SMP Negeri 1 Juli Kabupaten Bireuen metode yang digunakan dalam
penelitiannya adalah metode fiel reserch dengan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bidang studi PAI yang diajarkan kepada siswa
SMP Negeri 1 Juli adalah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku dan
selesai diberikan atau diajarkan kepada siswa setiap semester.
2. Keberhasilan proses belajar mengajar di sebuah
sekolah sangat tergantung dengan metode yang diterapkan. Metode yang digunakan
dalam pelaksanaan pendidikan di SMP Negeri 1 Juli Kabupaten Bireuen harus
menjurus kepada peningkatan kualitas siswa, sehingga nantinya siswa tersebut
mampu menerapkan ilmu yang mereka peroleh di dalam masyarakat.
3. Kendala yang sangat terasa dalam melaksanakan
Pembelajaran PAI adalah tidak adanya fasilitas praktikum seperti tidak ada
laboratorium bahasa, dan masih banyak lagi kekurangan yang dialami dalam
Pembelajaran PAI di SMP Negeri 1 Juli.
[3] Djago Tarigan, Guru Dalam Proses Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara. 1992), hal. 35.
[4] Burhan, Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer, (Jombang: Lintas Media), hal. 301.
[7]
Djoko Adi Wulajo, “Kreativitas” Artikel(Online), http://lead.sabda.org/mengajar
yang kreatif, diakses 2 Mei 2010.
[8] Zakiah Drajadjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 39.
[9] Soeganda Purbakawatja, Ensiklopedi, (Jakarta: Gunung Agung,1990), hal. 14-15.
[11]
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi
Kinerja Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hal. 1.
[13]Abu
Ahmadi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), hal. 161.
[14]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hal. 32.
[15]Hasan
Shadili, Ensiklopedi Indonesia, Jil. IV, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 1983), hal. 2230.
[17] Departemen P dan K RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 580-581.
[18] Fauji Saleh, (mengutip Ahmad Husain
al-Liqaini), Konsep Pendidikan dalam Islam (Pendidikan Keluarga dan
Pengaruhnya Terhadap Anak), (Banda Aceh: Yayasan Pena,
2005), hal. 43 .
[19] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar
Indonesia Ed. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 17.
[22] Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama Dan Pembangunan Watak Bangsa, Edisi I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 37-38.