A.
Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin yang mendapat awalan ke- dan akhiran-an.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia “disiplin
mempunyai arti ketaatan dan kepatuhan
pada aturan, tata tertib dan lain sebagainya”.[1] Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam menanamkan karakter.
Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan.
Dalam konteks pendidikan, kedisiplinan merupakan suatu
kepatuhan yang mencerminkan tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat
pendidikan untuk belajar, mentaati tata tertib sekolah, dan mentaati
nilai-nilai susila. Dimana ketaatan dan kepatuhan itu dilandaskan pada
keyakinan bahwa itu benar dan keinsyafan bahwa itu bermanfaat bagi dirinya
sendiri bersama-sama orang-orang di sekitarnya.[2]
Penegakan disiplin dapat dilakukan dengan terus menerus dan
berulang-ulang, maka lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan yang positif. Disiplin merupakan suatu sistem pengendalian yang diterapkan oleh
pendidik terhadap anak didik supaya mereka dapat berfungsi di masyarakat, dan
disiplin merupakan proses yang diperlukan supaya seseorang dapat menyesuaikan
dirinya. Berdasarkan hasil observasi penulis di Raudhatul
Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen bahwa guru RA sudah berusaha maksimal dalam
menanamkan disiplin pada diri siswa dalam pembelajaran di Raudhatul Athfal
Al-Khanza Kota Juang Bireuen.[3]
Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Yusnidar, guru
Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen menurutnya:
Terdapat kegiatan Pilar Karakter yang merupakan kegiatan
penanaman sembilan nilai karakter yang dilakukan secara rutin selama 20 menit
setiap hari. Setiap tema pilar diterapkan selama dua minggu secara bergantian
dilengkapi dengan K4 yaitu kebersihan, kerapihan, keamanan dan kesehatan. Model
pembelajaran pilar karakter merupakan kegiatan pembelajaran inti dan ciri khas
dari taman kanak-kanak holistik berbasis karakter. Setiap pilar karakter
diajarkan secara bertahap dari mulai knowing, feeling sampai pada acting.[4]
Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan
dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang
Bireuen. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku
disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan
rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi
disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena
peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata
tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan menjamin
untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan Raudhatul
Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku
pada orang tertentu saja di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen
tetapi untuk semua personil Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen tidak
kecuali kepala Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, guru dan staf.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Agusniati
Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen menurut beliau:
Tujuan penegakan disiplin seringkali tidak mendapat
respons yang positif dari siswa hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu:
a) kepemimpinan guru atau kepala Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen
yang otoriter yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin brontak akibat
kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi, b) kurang diperhatikannya kelompok
minoritas baik yang berada diatas rata-rata maupun yang berada dibawah
rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di Raudhatul
Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, c) siswa kurang dilibatkan dan
diikutsertakan dalam tanggung Raudhatul
Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, d) latar belakang kehidupan keluarga dan
e) Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen kurang mengadakan kerja sama
dan saling melepas tanggung jawab. Diantara penyebab pelanggaran tersebut
pelanggaran yang umum sering terjadi karena
1) kebosanan siswa dalam kelas,
dikarenakan yang dikerjakan siswa monoton tidak ada variasai dalam
proses pembelajaran. 2) Siswa kurang mendapat perhatian dan apresiasi yang
wajar bagi mereka yang berhasil. Untuk mengatasi hal ini seorang guru sebagai
pendidik harus memilih strategi, metoda dan berbagai pendekatan yang bervariasi
agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.[5]
[1] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hal. 747.
[2]Academia, Reward dan Punishment dalam perspektif Pendidikan Islam, diakses tanggal 17 Desember 2015 dari http://www.academia.edu/
0 Comments
Post a Comment