Penerapan Kurikulum Berbasis Karakter pada Taman Kanak-Kanak


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


            Dalam pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru diibaratkan manusia dibalik senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata itu dan membidiknya dengan cermat dan tepat mengenai sasaran. Keberhasilan kurikulum lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kompetens. Oemar Hamalik menjelaskan bahwa “kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran”.[1]         
Salah satu sebab utamanya karena sistem pendidikan kita belum memiliki kurikulum pendidikan karakter. Sistem pendidikan moral kita selama ijni hanya sampai pada tahap kognitif saja, atau hafalan semata, belum menyentuh perasaan dan perubahan perilaku. Padahal yang seharusnya, pendidikan karakter yang diberikan disekolah adalah pendidikan yang membentuk kepribadian siswa, yaitu pribadi yang bijaksana, terhormat dan bertanggungjawab melalui kurikulum pendidikan yang hasilnya terlihat dalam kehidupan nyata.
Peneladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari perlu ditanamkan sejak usia dini. Hal ini karena pembentukan karakter yang berkualitas tidak terbentuk secara instan. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak merupakan kunci utama untuk membangun bangsa.
Peran guru dalam pembelajaran adalah menerapkan kurikulum berbasis karakter. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan penanaman pengetahuan, kecintaan dan penanaman perilaku kebaikan yang menjadi sebuah pola/kebiasaan. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan pada anak-anak adalah nilai-nilai universal dimana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan perasaan (afektif), dan tindakan (aksi). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan maka seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan hidup termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Marzuki dalam bukunya Pendidikan Karakter Islami menjelaskan bahwa:
Pendidikan karakter bukan hal yang baru dalam sistem pendidikan Islam, sebab roh atau inti pendidikan Islam adalah pendidikan karakter yang semula dikenal dengan pendidikan akhlak. Pendidikan Islam sudah ada sejak Islam mulai didakwahkan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada para sahabatnya. Seiring dengan penyebaran Islam, pendidikan karakter tidak pernah terabaikan karena Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad Saw. adalah Islam dalam arti yang utuh, yang keutuhan dalam iman, amal shaleh dan akhlak mulia.[2]

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Masnur Muchlis dalam bukunya Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional menjelaskan bahwa:
Pendidikan karakter disekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah dalam keluarga, kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter dengan baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik pada tahap selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.[3]

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidik PAUD memiliki peran sangat besar dalam menjalankan peran mereka selama proses pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan bagi para peserta didik. Dalam hal ini para pendidik PAUD harus bekerja ekstra dibandingkan pendidik ditingkat pendidikan lainnya. Oleh sebab itu merupakan kewajiban pendidik untuk dapat memiliki karakter yang menunjang mereka untuk menjalankan tugasnya serta berinteraksi baik dengan anak sebagai peserta didik dalam pembelajaran. Pendidik PAUD sebagai model, maka penaman karakter tidak hanya diucapkan tetapi harus diberikan contoh kepada anak-anak. Dan pendidikan karakter harus dilakukan secara terencana, terfokus dan koprehensi, agar pembentukan masyarakat yang berkarakter akan terwujud.
Berdasarkan obeservasi awal penulis di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen bahwa dalam kurikulum pendidikan yang diterapkan di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen sudah menerapkan kurikulum berbasis karakter kepada siswa. Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Penerapan Kurikulum Berbasis Karakter Pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
B.    Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana penerapan kurikulum  berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen?
2.     Apa sajakah usaha-usaha yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen?
3.     Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen?                                                                 
C.    Tujuan Penelitian
     
Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui penerapan kurikulum  berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
2.     Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
3.     Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.                                                                        
D.    Penelitian Terdahulu

Nama: Fitri Mulyana Nim: A. 273409/2359 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2011 dengan judul skripsi Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan dalam Al-Qur’an metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode metode deskriptif kualitatif dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Prinsip universal dalam evaluasi pendidikan adalah keseimbangan dan kesederhanaan, kejelasan, realisme dan realisasi, serta dinamisme. Adapun prinsip-prinsip yang mendasari prinsip kurikulum pendidikan Islam itu adalah prinsip ruh Islamiyah, universal, kesesuaian dengan perkembangan psikologi anak dan prinsip memperhatikan lingkungan sosial
2.     Prinsip demokrasi dalam evaluasi pendidikan adalah pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
3.     Prinsip keadilan dalam evaluasi pendidikan adalah evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi.
4.     Prinsip profesional dalam evaluasi pendidikan adalah evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau tekhnik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komperhensif dari seluruh asfek-asfek kehidupan mental psikologi dan spiritual religius.             
E.    Landasan Teori   
     
Kelompok anak usia dini merupakan kelompok yang sangat strategis dan efektif dalam pembinaan karakter, hal ini harus menjadi kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa ini. Karena masalah pendidikan anak usia dini sampai saat ini masih banyak menyisakan persoalan. Pertama, masih banyaknya kelompok anak usia dini yang belum dapat mengakses pendidikan (lihat data APK AUD). Kedua, kurangnya pemahaman para guru akan hakikat tujuan pendidikan nasional untuk membangun peserta didik menjadi manusia holistik yang berkarakter.
Sehingga dalam proses pembelajaran terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif. Padahal amanat Undang-Undang sudah demikian jelas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk (peserta didik) menjadi manusia holistik yang berkarakter. Maka dalam prosesnya pendidikan dan pembelajaranya harus mampu mengembangkan seluruh dimensi dan potensi serta aspek-aspek peserta didik secara utuh dan menyeluruh (holistik). Akibat dari kekurangpahaman ini   banyak praktek-praktek pembelajaran di PAUD/TK yang cenderung lebih mementingkan kemampuan akademik (calistung) daripada pengembangan aspek emosi dan sosial anak. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan orang tua, termasuk Sekolah Dasar yang mensyaratkan penerimaan siswa dengan melakukan test kemampuan calistung. Memaksakan anak usia dibawah 6 atau 7 tahun untuk belajar calistung akan beresiko timbulnya stress jangka pendek dan rusaknya perkembangan jiwa anak dalam jangka panjang. Praktek seperti ini jelas akan menghambat proses pembentukan karakter anak.
Moral dan nilai spiritual sangat fundamental (Mendasar) dalam membangun kesejahteraan organisasi sosial manapun. Tanpa keduanya maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarakat dapat lenyap.
Pupuh Fathurrohman, dkk menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan bebarapa hal terkait lainnya. para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya.[4]

Dalam Islam terdapat nilai utama, yaitu akhlak, adab dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran agama secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. ketiga nilai ini yang menjadi  pilar pendidikan karakter dalam Islam.
Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti perbedaan ini  adalah keberadaan Wahyu Ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam, sehingga pendidikan karakter dalam Islam lebih sering dilakukan secara doktriner dan dogmatis. Pendekatan ini membuat pendidikan karakter  dalam Islam lebih cenderung pada teaching right and wrong.
Atas kelemahan ini, para pakar pendidikan Islam kontemporer menawarkan pendekatan yang memungkinkan pembicaraaan yang.menghargai bagaimana pendidikan moral diniai, dipahami secara berbeda. Namun apapun pendekatannya, kekayaan pendidikan Islam dengan ajaran moral sangat menarik untuk dijadikan conten dari pendidikan karakter. Hanya saja pada tataran operasional, pendidikan Islam belum mampu mengelolah conten ini menjadi materi yang menarik dengan metode dan tehnik yang efektif.
Ajaran moral dalam Islam dikenal sebagai ajaran akhlak. “Akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama, ilmu yang berusaha mengena tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila”[5].
Dalam upaya melakukan Pembentukan karakter harus dimulai dari membangun potensi nilai-nilai spritual, mengasah dan membangkitkan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang sudah diberikan Tuhan sebagai fitrah manusia sejak lahir melalui pendidikan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Pendidikan karakter harus dilaksanakan sejak usia dini, karena usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk, bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Para ahli menamakan periode ini sebagai usia emas perkembangan. Pendidikan anak usia dini sangat penting karena akan menentukan kualitas SDM di masa depan. Hal ini disebabkan karena masa pembentukan otak manusia terjadi paling cepat pada usia saat anak berada pada usia dini. Oleh karena itu, pemerintah sudah semestinya memperhatikan sektor ini sebagaimana sektor-sektor lainya. Pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan negara.             


         
F.     Metodologi Penelitian    
                                                     
1. Lokasi Penelitian

            Penelitian ini akan dilakukan di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen,  Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen terletak di Desa Pulu Ara Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Penulis mengambil Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen sebagai tempat penelitian karena belum ada mahasiswa yang membuat penelitian tentang judul yang penulis teliti.                                                             
2. Jenis Penelitian
  
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), “penelitian lapangan (field research), adalah bentuk penelitian yang bertujuan mengungkapkan makna yang diberikan oleh anggota masyarakat pada perilakunya dan kenyataan sekitar. Metode field research digunakan ketika metode survai ataupun eksperimen dirasakan tidak praktis, atau ketika lapangan penelitian masih terbentang dengan demikian luasnya. field research dapat pula diposisikan sebagai pembuka jalan kepada metode survai dan eksperimen. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, “yakni suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok[6].
                                 
3. Metode Penelitian
  
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kuatitatif yang dimaksud di sini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan pendekatan kualitatif “yakni suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok”[7].                                                          
4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No
Ruang Lingkup Penelitian
Hasil Yang diharapkan
1
Penerapan kurikulum  berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen
a)     Kepribadian Anak
b)     Kemandirian                    
c)     Kedisiplinan                                
d)     Tanggung Jawab                                                        
2

Usaha-usaha yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen
a)     Mengembangkan Sikap Peserta Didik
b)     Mengembangkan Perilaku Peserta Didik        
c)     Menanamkan Tanggung Jawab Peserta Didik
d)     Mengembangkan Wawasan Peserta Didik                                            
3
Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen
a)     Guru                                             
b)     Peserta Didik                               
c)     Orangtua                                      
d)     Sekolah                                                                                                    
                       


                                   
5. Objek Penelitian

“Objek penelitian adalah sarana ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaa tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal.”[8] Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian  adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk  mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda. Objek penelitian ini adalah Kepala RA, Wakil Bidang Kurikulum dan guru Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen. Jumlah guru keseluruhan yang mengajar pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen sebanyak 6 Orang. Sedangkan jumlah siswa sebanyak 42 Orang.                         
6.  Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya melalui teknik puposive sampling. Artinya pemilihan subyek didasarkan pada subjek yang mengetahui, memahami, dan mengalami langsung dalam kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, yakni:
a.      Kepala RA, sebagai informan utama untuk mengetahui perjalanan Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen dari masa ke masa dan juga memiliki wewenang serta kebijakan penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
b.     Waka kurikulum, sebagai responden dalam penelitian ini untuk mengetahui dan menggali informasi yang berkaitan dengan proses penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.   
c.      Guru Pendidikan Agama Islam, guru yang dimaksudkan disini yaitu guru Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang telah menerapkan kurikulum berbasis karakter. Sebagai responden untuk mengetahui respon serta jalannya atau proses penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.                       
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari informasi yang telah diolah oleh pihak lain yakni dengan data dan dokumen-dokumen yang ada disekolah, yang berkaitan dengan penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
Sumber data adalah subyek dimana data dapat diperoleh  dilapangan. Sumber data dikumpulkan dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
Penulis mengelompokkan penentuan sumber data menjadi dua buah data yaitu :
1.     Data primer, Husein Umar menjelaskan bahwa data primer adalah “data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara, pengisisan kuesioner, dan observasi”.[9] Data primer digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan sejauh mana respon guru dalam penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
2.     Data sekunder, Husein Umar menjelaskan bahwa data sekunder adalah “data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. Data sekunder disajikan antara lain dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-digram. Data sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut, misalnya data kinerja perbankan nasional yang dikeluarkan suatu badan riset”.[10] Data sekunder ini akan diperoleh dari dokumen, kepala sekolah, karyawan mengenai sejarah singkat, letak geografis, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa, keadaan sarana dan prasarana, kurikulum dan sistem pendidikan serta pengembangan program dalam penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.  
7. Teknik Pengumpulan Data     

Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau kepustakaan (library research) maupun data yang dihasilkan dari lapangan (field research). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut :

a.      Observasi
Observasi (pengamatan) merupakan “sebuah teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, siswa belajar, Kepala Sekolah yang sedang memberikan pengarahan”.[11] Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun non partisipatif. Dalam Observasi partisipatif pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung, pengamat ikut sebagai peserta rapat atau pelatihan. Dalam Observasi non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan.[12] Metode ini digunakan untuk melihat langsung bagaimana penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.
b.     Wawancara
Wawancara atau interviu merupakan “salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual”[13].
Metode ini digunakan untuk menggali data yang berkaitan dengan respon guru terhadap penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen. Wawancara ini digunakan untuk menggali data bagaimana respon guru terhadap penerapan kurikulum berbasis karakter. Sedangkan obyek yang diwawancarai adalah guru beserta kepala RA.
c.      Dokumentasi
Metode dokumentasi, merupakan “suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik”[14]. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai penerapan kurikulum berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.                             
8. Teknik Analisa Data   

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki. Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada di lapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan. Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan kerangka kerja maupun fokus masalah, akan ditempuh dua langkah utama dalam penelitian ini, yaitu:        
1.     Tahap Reduksi
Sugiyono menjlaskan bahwa mereduksi data berarti “merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidakperlu”[15]. Tahap ini hal yang dilakukan adalah menelaah seluruh data yang telah terhimpun dari lapangan, sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari objek yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data atau informasi dari catatan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi untuk mencari nilai inti atau pokok-pokok yang dianggap penting dari setiap aspek yang diteliti.
2.     Tahap Display
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data”.[16] Tahap ini dilakukan adalah untuk merangkul data temuan data temuan dalam penelitian ini yang di susun secara sistematis untuk mengetahui tentang hal yang diteliti di lapangan, sehingga melalui display data dapat memudahkan bagi peneliti untuk menginterpretasikan terhadap data yang terkumpul.
3.     Tahap Verifikasi
Tahap ini dilakukan untuk penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang akan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.”[17].
“Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif”[18]. Penelitian kualitatif  memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan. Verifikasi juga bermakna memberikan sumbangan kepada ilmu atau studi lain. Semua data yang terkumpul dari responden diolah dalam bentuk uraian-uraian tentang apa yang didapatkan di lokasi penelitian.                                          
G.   Garis-Garis Besar isi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yaitu:
Bab   satu, Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu, landasan teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.                                   
Bab dua, berisi tentang Profil Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang meliputi latar belakang berdiri  , visi dan misi, badan hukum, struktur organisasi dan status kepemilikan.                                                                     
Bab tiga berisi tentang penerapan kurikulum  berbasis karakter pada Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang meliputi kepribadian anak, kemandirian, kedisiplinan dan tanggung jawab 
Bab empat berisi tentang usaha-usaha yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang meliputi mengembangkan sikap peserta didik, mengembangkan perilaku peserta didik, menanamkan tanggung jawab peserta didik dan mengembangkan wawasan peserta didik.                        
Bab lima berisi tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan kurikulum berbasis karakter di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang meliputi guru, peserta didik, orangtua dan sekolah.
Bab enam berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.                                                                 

                                                     


               [1] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 17.
               [2] Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 5-6.

               [3] Masnur Muchlis, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 30.
               [4] Pupuh Fathurrohman, dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 16.
               [5] Fatchul Mu’in, Pedidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 323.
               [6]Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 60.

               [7] Ibid., hal. 60.
               [8] Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Jakarta: Alfabeta, 2010), hal. 13.
               [9] Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 42.

               [10]Ibid.,

               [11] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian, hal. 220.

               [12] Ibid., hal. 220.

               [13] Ibid, hal. 216.

               [14] Ibid, hal. 216.

               [15] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 338.

               [16] Ibid., hal. 341.

               [17]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 345.

[18]Nana Syoadih Sukmadita, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 8.

0 Comments