A. Peran dan
Tanggung Jawab Orang Tua
Menanamkan nilai-nilai positif pada anak, bukanlah hal
yang sangat mudah. Dimulai dari masa anak-anak Orang tua mulai menanamkan
nilai-nilai yang akan menjadikan karakter anak saat dewasa, agar mereka tumbuh
menjadi pribadi berkarakter baik pula. Anak-anak memiliki dunianya sendiri yang
harus kita pahami jika kita ingin bisa diterima oleh mereka. Seperti halnya
dengan menanamkan ibadah, orang tua tidak bisa langsung menanamkan ibadah pada
anak sekaligus, orang tua tidak bisa memaksakan anak untuk dapat menerima apa
yang ditananamkan oleh orang tua, melaikan orangtua harus pelan-pelan dan disiplin
sejak dini dalam hal menanamkan ibadah, terutama ibadah shalat pada
anak-anaknya.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Syamsuddin Petuha
Tuha Peut Gampong Meunasah Krueng Peudada bahwa “peranan orang tua dalam
menanamkan ibadah shalat terhadap anak usia 4 s/d 6 tahun, menduduki peranan
yang strategis. Melalui peranan tersebut kebayakan masing masing keluarga menggunakan
pendekatan suri keteladanan, pembiasan, pemberian nasihat serta hadiah”.[1]
Peranan yang dilakukan oleh Tgk. Danil Imum Gampong
Meunasah Krueng Peudada bahwa pada penanaman pengamalan ibadah shalat terlihat
pada keseharian yang dilakukan pada anaknya yaitu Ibna, dengan memberikan
contoh langsung, dan mengawasi anak pada saat melaksanakan ibadah shalat, baik
di masjid maupun di rumah. Ibunya juga sering memberikan hadiah sebagai
motivasi untuk melaksanakan shalat, ketika Ibna sedang tidak mau melaksanakan
shalat.[2]
Di samping itu, Tgk. Fauzi tokoh masyarakat Gampong
Meunasah Krueng Peudada menurut beliau, saya sangat memperhatikan anak terutama
dalam hal agama. Sejak dini Tgk. Fauzi sudah mulai menanamkan pengamalan Ibadah
Shalat terhadap anaknya yaitu Aini. “Dalam kesehariannya Tgk. Fauzi selalu
menanamkan pengamalan ibadah shalat baik di rumah maupun di masjid. Sedangkan
Ibunya lebih banyak memberikan motivasi, berupa ajakan berlibur kerumah nenek
maupun dengan membelikan hadiah”.[3]
Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan
tanggung jawab yang didasari kasih
sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan
aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang bersifat
individual, kegiatan sosial, dan kegiatan keagamaan.[4]
Usaha orang tua untuk
memberikan teladan yang baik terhadap anak dalam pendidikan ibadah shalat juga
tidak hanya dilakukan dengan mengajak anak untuk melakukan shalat lima waktu.
Namun juga ada yang melakukannya dengan mengajak shalat berjamaah. “Hal
ini sebagaimana dilakukan oleh Kusmiati yang selalu mengajak anaknya untuk
melakukan shalat berjamaah, sehingga ketika anak tidak mau melakukan shalat,
maka ia harus dihukum”.[5]
Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Nuraini Ketua PKK
Gampong ditemukan bahwa untuk menunjang pelaksanaan pendidikan ibadah shalat
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memenuhi kebutuhan yang meliputi
pemenuhan saran dan prasarana. Marifah misalya, ia berpendapat bahwa untuk
memberikan mendidik anak dalam ibadah shalat harus menyediakan prasarana
pendukung pendidikan, misalnya dengan membelikan sarung, peci, sajadah, buku tuntunan
shalat, agar anak dapat melakukan sholat dengan rajin, karena peralatan shalat
telah terpenuhi.[6] Orang tua, orang-orang dewasa dan masyarakat
berperan penting untuk membantu anak-anak dan remaja untuk mengembangkan
kemampuan, “agar dapat memberikan partisipasi yang berarti dalam kehidupannya
di dunia. Bantuan tersebut terutama dalam bentuk kemampuan membangun komunikasi
yang baik dengan mereka”.[7]
Namun jika diperhatikan lebih mendalam, pengamatan
peneliti menunjukkan anak-anak di Gampong Meunasah Krueng Peudada rajin shalat,
hal ini karena Gampong Meunasah Krueng Peudada di kenal dengan Gampong santri.
Dalam menghormati kepada yang orang lain memang sangat baik itu terlihat dari
cara mereka berjalan menunduk di depan orang yang lebih tua darinya dan taat
dalam membantu orang tua berkerja. Tolong menolong dalam kehidupan
bermasyarakat sungguh besar dan juga merupakan istiadat warga desa Meulingge
dan mereka lakukan dengan tulus ikhlas serta empati terhadap sesama masyarakat.
Dan itu juga ciri khas kehidupan masyarakat pesisir.
Bila dikaji lebih mendalam perhatian yang cukup dari
ibu-ibu rumah tangga ini tidak menjadi penghalang mereka untuk mendidik anak
sebagai kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga. Karena mereka menyadari, bahwa pendidikan adalah penting, mendidik
sholat anak adalah suatu kewajiban orang tua, meskipun dapat dilimpahkan kepada
orang lain atau lembaga. Semua pengalaman keagamaan anak (shalat) merupakan
unsur positif dalam pembentukan kepribadian anak yang masih dalam fase tumbuh
dan berkembang. Oleh karena itu, peran ibu rumah tangga dalam mengajak dan
membimbing anak untuk melakukan shalat sebagai upaya untuk memberikan teladan
dan membiasakan anak untuk shalat, sehingga kebiasaan itu akan terbawa ketika
ia dewasa, bahkan ketika menginjak masa tua.
0 Comments
Post a Comment