1. Strategi Guru MIN
Bantayan dalam Memberantas Buta
Baca Alquran
Agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang
pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan dilanjutkan dengan belajar
berbagai macam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah
tidak cukup hanya memberantas buta aksara latin saja, tetapi tidak kalah
penting juga memberantas buta aksara Alquran sebagai pedoman umat muslim yang
di dalamnya terdiri dari berbagai macam ilmu pengetahuan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di MIN Bantayan bahwa
Program pemberantasan buta baca Alquran yang dilaksanakan di MIN Bantayan pada
mulanya belum tertata pengelolaannya, program ini sulit maksimal karena
rendahnya keinginan belajar siswa Alquran, ditambah lagi program pemberantasan
buta baca Alquran tentunya membutuhkan pengajar yang khusus, artinya guru Alquran
tidak sembarang orang mampu mengajar, dia harus benar-benar menguasai
baca-tulis Alquran sekaligus hal-hal yang terkait pengajarannya seperti metode
baca-tulis Alquran dan lain-lain. Sedangkan jika harus mengambil guru Alquran dari
luar lembaga tentunya membutuhkam dana yang tidak sedikit dan dalam anggaran
pengelolaan sekolah pastilah tidak ada dana khusus untuk guru Alquran tersebut.
Pada saat siswa-siswi baru mengikuti program Baca Tulis Alquran, banyak yang
tidak dapat membaca Alquran dengan baik apalagi menulis huruf arab, bahkan dari
mereka ada yang tidak bisa menyebutkan secara berurutan huruf-huruf hijaiyah,
banyak juga siswa yang tidak mampu menggandengkan huruf-huruf arab tersebut
sampai menjadi tulisan yang benar, sehingga penulisan huruf arab mereka sangat
lambat dan hasilnya cukup mengecewakan.[1]
Dalam upaya mensukseskan program pemberantasan buta baca Alquran,
guru Alquran di MIN Bantayan Kabupaten
Bireuen menggunakan strategi-strategi yang khas digunakan dalam pembelajaran Alquran
secara umum. Penggunaann strategi tersebut disesuaikan dengan jenjang kelas
yang diajar. Menurut Ibu Rusmaniyah, S.Pd.I, selaku guru Alquran yang ditemui peneliti di meja
kerjanya, tanggal 03 Januari 2014, memaparkan sebagai berikut:
1.
Sistem sorogan atau individu (privat). Dalam prakteknya santri atau siswa
bergiliran satu persatu menurut kemampuan membacannya, (mungkin satu, dua, atau
tiga bahkan empat halaman).
2.
Klasikal individu. Dalam prakteknya sebagian waktu guru dipergunakan untuk
menerangkan pokok-pokok pelajaran, sekedar dua atau tiga halaman dan
seterusnya, sedangkan membacanya sangat ditekankan, kemudian dinilai
prestasinya.
3.
Klasikal baca simak. Dalam prakteknya guru menerangkan pokok pelajaran yang
rendah (klasikal), kemudian para santri atau siswa pada pelajaran ini di tes
satu persatu dan disimak oleh semua santri. Demikian seterusnya sampai pada
pokok pelajaran berikutnya. [2].
Untuk mendapat keterangan yang lebih kuat, peneliti menginterview
salah satu pengajar yang paling senior, karena beliau memiliki pengalaman yang
berinteraksi dengan siswa pada proses pengajaran Alquran, yaitu Ibu Azizah,
S.Pd.I, beliau mengajar kelas V. Hasilnya sebagai berikut:
strategi yang digunakan sangat beragam. tergantung
pengajar dan situasi siswa-siswi yang diajar, namun secara umum dapat dibedakan
sesuai jenjang kelas yang di ajar, hal ini tergantung situasi dikelas[3].
Dari keterangan diatas tersebut, peneliti mengambil
kesimpulan bahwa strategi-strategi tersebut diterapkan seusai dengan tingkat
kemampuan siswa dalam memahami.
[2] Hasil wawancara dengan Ibu Rusmaniyah, S.Pd. I guru Alquran pada MIN
Bantayan Kabupaten Bireuen tanggal 03 Januari 2014.
0 Comments
Post a Comment