Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Tujuan guru kreatif


Tujuan guru kreatif
Tujuan guru kreatif

Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh  kesadaran itu. Guru sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses  pendidikan. Akibat dari  fungsi   ini,  guru   senantiasa  berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan melakukan sesuatu secara rutin saja.
Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh   guru sekarang lebih  baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih   baik   dari sekarang.[1]
Adapun tujuan  dari guru  yang  kreatif antara  lain sebagai berikut[2]
1) Untuk menciptakan suasana iklim pembelajaran yang lebih kondusif, dapat membangkitkan rasa   ingin   tahu   peserta didik.
2) Untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak tetap sesuai rencana.
3) Untuk mengecek apakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak   didik dalam proses pembelajaran.
4) Untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
5) Untuk membantu  meningkatkan  motivasi  dan  prestasi  belajar peserta didik.
6) Untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.

5.   Karakteristik Guru Kreatif
Kreativitas  seorang  guru  dalam  proses  belajar  mengajar  dapat dilihat dari keterampilan dalam mengajar, memiliki motivasi yang tinggi, bersikap demokratis, percaya diri dan dapat berpikir divergen.[3]
a.   Keterampilan dalam mengajar
Guru yang kreatif adalah guru yang secara kreatif mampu menggunakan berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar dan membimbing peserta didiknya. Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, diperlukan berbagai ketrampilan mengajar seperti ketrampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran.
1)   Menggunakan Ketrampilan Bertanya
Ketrampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan  pembelajaran   yang   efektif   dan   menyenangkan, karena  hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru  dituntut untuk mengajukan   pertanyaan   dan   kualitas   pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.
2)   Memberi Penguatan
Penguatan  (reinforcement)   merupakan   respon   terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan dapat dilakukan secara verbal dan non  verbal,  dengan   prinsip kehangatan, keantusiasan, kebermaknaan dan menghindari penggunaan respon yang negatif. Penguatan  secara  verbal  berupa  kata-kata  dan  kalimat  pujian seperti: bagus, tepat, bapak puas dengan hasil kerja kalian. Sedang secara  non  verbal  dapat  dilakukan  dengan  gerakan  mendekati peserta didik, sentuhan, acungan jempol dan kegiatan yang menyenangkan.
3)   Mengadakan Variasi
Mengadakan variasi merupakan ketrampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran, untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun dan penuh partisipasi. Variasi dalam   pembelajaran adalah perubahan  dalam   proses kegiatan  yang  bertujuan  untuk  meningkatkan   motivasi  belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan.
4)   Menjelaskan
Menjelaskan  adalah mendeskripsikan  secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan,  fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Menjelaskan merupakan suatu aspek yang penting yang harus dimiliki guru, mengingat sebagian besar pembelajaran menuntut guru untuk memberikan penjelasan. Oleh sebab itu, ketrampilan menjelaskan perlu ditingkatkan agar dapat mencapai hasil yang  optimal.
5)   Membuka dan Menutup Pelajaran
Membuka dan menutup pelajaran merupakan dua kegiatan rutin yang dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran. Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan  kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan.
Menutup  pelajaran  merupakan suatu  kegiatan  yang dilakukan guru untuk mengetahui             pencapaian tujuan dan pemahaman  peserta  didik  terhadap  materi  yang telah dipelajari, serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. Dalam  proses  belajar  di  kelas  guru  menggunakan  metode- metode  dan  pendekatan-pendekatan  belajar  agama  yang  lebih  tepat guna dan berhasil guna, tepat pada sasaran pembentukan nilai-nilai dan moral  agama para peserta.  Metode   yang  digunakan  dalam pembelajaran PAI misalnya:
1)     Metode  antisipatif.
Metode  ini merupakan sebuah cara mengantisipasi permasalahan anak didik yang langsung muncul di kalangan  mereka.  Guru  mengetahui semua  permasalahan  anak yang sering timbul dan mempersiapkan solusinya sedini mungkin sehingga muncul permasalahan itu maka  ia  akan  segera menghadapi dan memecahkannya cepat dan bijaksana
2)  Metode dialog kreatif.
Metode ini merupakan salah satu cara yang lebih efektif  karena  melibatkan  siswa  secara  langsung  berdialog dengan  guru  tentang  suatu  permasalahan  yang  sedang  dihadapi. Anak didik mengungkapkan pendapatnya langsung dari hati nuraninya dan guru siap mendengar serta melayani semua permasalahan anak didik dan berupaya membantu mencarikan solusinya.
3)   Metode  studi   kasus.  
Metode  studi   kasus    adalah metode mengangkat suatu contoh permasalahan  yang pernah terjadi pada diri seseorang atau kelompok orang untuk dijadikan rujukan atau contoh maupun teladan sebagai solusi alternatif yang bisa diambil.
3)  Metode pelatihan.
Metode ini berupa pelatihan-pelatihan yaitu cara pelibatan  fisik dan mental mereka untuk melakukan  serangkaian latihan  beribadah  dan  melakukan  suatu  perbuatan  yang  sesuai dengan  perintah  Allah  dan rasul-Nya  sehingga  anak didik  dapat mengembangkan intelektualnya secara baik dan benar.
4)     Metode  merenung.  
Metode  ini  melatih anak  didik untuk memikirkan permasalahan yang mereka miliki. Sehingga semuanya dapat dikembalikan kepada Allah.
5)     Metode lawatan.
 Metode ini merupakan  cara lawatan ke daerah- daerah dalam rangka meningkatkan rasa ukhuwah, persaudaraan sesama muslim, memupuk rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame pelajar
6)     Metode kontemplasi.
Metode ini  melatih  siswa  merenungkan   kembali  peristiwa-peristiwa  di masa  lalu  sehingga  membuahkan rasa sabar pada diri anak didik.
7)     Metode taubat.
 Metode ini merupakan sebuah cara agar siswa menyesali diri atas perbuatan dosa yang mereka lakukan dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
9) Metode-metode  lain yang dapat  digunakan  dalam  proses  belajar agama  di  antaranya:  metode  analisis,  metode  problem  solving, tanya jawab, pemberian tugas, analogi dan sebagainya.
b.   Memiliki motivasi yang tinggi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan semangat dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar.[4]
Dalam upaya memberikan  motivasi,  guru dapat menganalisis motif-motif   yang  melatarbelakangi   anak  didik  malas  belajar  dan menurun  prestasinya  di  sekolah.  Setiap  saat  guru  harus  bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan  dengan memperhatikan  kebutuhan  anak didik. Penganekaragaman cara  belajar memberikan         penguatan dan sebagainya. Juga dapat memberikan  motivasi pada anak didik untuk lebih aktif dalam belajar.
Cara yang paling baik bagi guru untuk meningkatkan  prestasi belajar siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik.[5]  Motivasi intrinsik akan tumbuh, jika guru memungkinkan anak untuk bisa diberi otonomi sampai batas waktu tertentu di kelas. Dengan kata lain, pendekatan yang terbaik adalah dimana anak diarahkan ke tujuan keseluruhan  serta didorong untuk belajar dengan cara yang menurut mereka terbaik bagi mereka.
Dalam membangkitkan motivasi belajar siswa, guru perlu memperhatikan beberapa hal:
1)   Lebih  banyak  memberikan penghargaan/ pujian   dari pada hukuman, sebab siswa lebih termotivasi oleh hal-hal yang menimbulkan rasa senang dari pada rasa sakit.
2)   Terhadap pekerjaan-pekerjaan  siswa sebaiknya  guru memberikan
komentar tertulis, jangan hanya komentar secara lisan.
3)   Penggunaan   metode/   strategi   mengajar   yang  bervariasi   dapat membangkitkan motivasi belajar.[6]
c.   Demokratis
Dalam  meningkatkan  prestasi  siswa,  anak  perlu diberi kesempatan   untuk   bersibuk   diri   secara   aktif.   Pendidik   (guru) hendaknya  dapat  merangsang anak didik  untuk  dapat  melibatkan dirinya dalam kegiatan  kreatif,  dengan  membantu   mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, memberikan balikan, memberikan kritik, dan sebagainya,  sehingga  peserta  didik  merasa  memperoleh  kebebasan yang  wajar.[7]   Anak-anak  yang  diberi  otonomi  menunjukkan  lebih banyak menunjukkan motivasi internal, ketegangan kurang dan belajar konseptual  yang lebih baik. Ini tidak berarti bahwa anak tidak perlu diberi pengarahan sama sekali.
Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, guru tidak mengawasi, tetapi mengarahkan kepada anak untuk mencapai tujuan, guru harus bisa menciptakan  lingkungan  di dalam  kelas yang dapat merangsang belajar kreatif anak supaya anak merasa aman dan kerasan berada  di  dalam  kelas,  dengan  begitu  prestasi  belajar  anak  dapat meningkat dengan baik. Cara pembelajaran semacam ini adalah cara pembelajaran yang  demokratis  yaitu  cara yang membiarkan siswa untuk berbuat sesuatu sendiri sehingga ia memperoleh pemahaman dari proses belajar mengajar itu.
Cara-cara ini meliputi cara yang memberikan kebebasan siswa untuk memilih, melakukan mendapatkan, merumuskan dan mengekspresikan perolehan belajarnya melalui lisan maupun melalui tulisan dengan bahasa siswa   sendiri.[8]Guru   juga   harus   bisa menciptakan  suasana  belajar  yang  kondusif,  bisa  menciptakan  rasa aman, sehingga suasana bersahabat antara guru dengan murid akan berjalan dengan baik. Iklim sekolah semacam ini akan dapat membantu meningkatkan prestasi belajar anak didik.
d.   Percaya diri
Kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat.[9] Setiap orang menginginkan kesuksesan (berhasil) dalam usahanya. Dan kalau sukses itu tercapai, akan menambah kepercayaan kepada diri sendiri. Seorang guru dalam mengemban tugasnya sebagai seorang pendidik, guru harus mencerminkan  sikap percaya diri yang kuat agar tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai dengan dengan baik.
e.   Berfikir divergen
Salah satu sifat yang menandai bahwa orang itu kreatif adalah berfikir  divergen,  yaitu  cara  berpikir  untuk  menemukan  berbagai macam  alternatif  jawaban  pada  suatu  permasalahan.   Begitu  juga seorang  guru,  apabila  dihadapkan   pada  suatu  permasalahan   atau berbagai pertanyaan dari siswa, guru harus bisa menjawabnya dengan baik.  Sebagai  konsekuensi  logis  dari  berpikir  divergen  itu  adalah seorang guru menambah perbendaharaan ilmunya, meningkatkan cakrawala  berpikirnya,  serta membiasakan  diri untuk terus mengkaji ilmunya.  Hal ini penting agar proses  belajar mengajar  bisa berjalan dengan baik dan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.



[1] E.  Mulyasa,   Menjadi   Guru  Profesional   (Menciptakan   Pembelajaran   Kreatif dan Menyenangkan),  (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004) h. 52.
[2] Utami Munandar, Kreatifitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 17.
[3] E.  Mulyasa,   Menjadi   Guru  Profesional   (Menciptakan   Pembelajaran   Kreatif  dan Menyenangkan),  (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2004), h. 84.

[4] Thursan Hakim, Belajar Secara efektif, (Jakarta: Puspa Swara, 2000), h. 41.
               [5] Utami  Munandar,  Pengembangan   Kreativitas  Anak  Berbakat,  (Jakarta:  PT.  Rineka Cipta, 1999), h. 111.
[6] Nana Syaudih Sukmadinata,  Landasan   Psikologi Proses   Pendidikan,  (Bandung:  Remaja Rosdakarya), 2004, hal. 265
[7] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional…, h. 62.
[8] Djohar. MS, Guru, Pendidikan & Pembinaannya, Penerapannya   dalam   Pendidikan dan UU Guru , (Yogyakarta: Grafika Indah, 2006), h. 89.
[9] Utami Munandar, Kreatifitas dan Keberbakatan…, h. 113.