B.
Bentuk dan
Sanksi-sanksi bagi Masyarakat yang Melanggar Syariat Islam diKecamatan
Peusangan Kabupaten Bireuen
Untuk penerapan syariah Islam secara menyeluruh
mutlak membutuhkan negara yang didasarkan pada Islam. Memang ada hukum-hukum
yang bisa kita laksanakan, meskipun dalam negara sekuler sekarang, seperti
melaksanakan shalat, shaum , zakat dan menunaikan ibadah haji. Akan tetapi
banyak hukum lain yang membutuhkan negara untuk menerapkannya. Sebagai contoh,
siapa yang akan menjatuhkan sanksi bagi orang yang tidak sholat ? atau
menjatuhkan sanksi bagi yang di depan umum di siang hari seorang muslim di
bulan ramadhan makan dan minum tanpa alasan syar’i ? Jelas dalam hal ini negara
menjadi penting.
Dalam sistem sekuler seperti sekarang, memang kita
bisa menunaikan kewajiban zakat. Namun siapa yang akan memberikan sanksi bagi
mereka yang tidak mau menunaikan zakat, padahal dia sudah memenuhi nishab dan
haulnya ? Disinilah peran negara untuk memberikan sanksi bagi yang melanggar
syariat Islam. Termasuk dalam hal ini adalah untuk menerapkan hukuman qishos
bagi pembunuh, rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri, tentu membutuhkan
negara untuk m enerapkannya.Yang
mengadilinya haruslah pengadilan negara, bukan pengadilan jalanan.
Berkaitan dengan kewajiban negara untuk menjatuhkan
sanksi ini tidak ada hubungan dengan apakah yang dijatuhkan sanksi ikhlas atau
tidak. Kewajiban negara adalah menjatuhkan hukuman bagi para pencuri , pezina,
atau pembunuh, negara tidak perlu menanyakan kepadanya apakah dia ikhlas atau
tidak menerima hukuman itu. Adapun bagi terpidana yang dijatuhi hukuman, kalau
dia ikhlas menerimanya, hukuman itu akan mengugurkan dosanya. Namun, sekali
lagi hukuman tetap diterapkan lepas dari apakah terhukum ikhlas atau tidak.
Karena memang, berkaitan dengan hukuman negara pastilah bersifat memaksa.
Kebutuhkan mutlak negara Islam, tampak jelas untuk
menerpakan syariah Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Tentunya adalah
wewenang negara untuk menerapkan mata uang apa yang berlaku di sebuah negara.
Dalam daulah Khilafah Islam negara akan menetapkan mata uang yang berlaku
adalah mata uang emas dan perak (dinar dan dirham. Bisa kita bayangkan kalau
dalam satu negara banyak mata uang yang berlaku berdasarkan kelompok atau
individu.
Termasuk dalam hal menerapkan hukum Islam dalam
masalah pemilikan (al-milkiyah). Sebagai contoh, untuk menetapkan bahwa
dalam pemilikan umum (al-milkiyah ‘amah) seperti air, listrik, tambang
emas, minyak, tidak boleh dimiliki oleh inidividu , swasta , atau asing. Negara
Khilafah pun nantinya akan melarang investas asing dalam bidang strategis
seperti pemilikan umum. Jelas perlu peran negara. Negaralah yang mengawasi
penerapan hukum itu dan menjatuhkan sanksi bagi yang melanggar.
Mungkin ada yang beragumentasi, memang kita butuh
negara, tapi tidak harus negara Islam. Justru, bagi yang berpendapat seperti
ini pantas kita pertanyakan pengetahuan tata negaranya. Sebab sudah sangat
jelas, dasar negara akan menentukan hukum negara dan kebijakan negara. Sebuah
negara yang berasas komunisme, tentu saja hukum yang berlaku hukum komunisme ,
demikian juga kebijakan negara. Sama halnya sebuah negara yang berasas sekuler
kapitalisme, tentu hukum yang berlaku hukum sekuler dan kebijakan yang sejalan
dengan kapitalisme. Karena itu, adalah mustahil menginginkan penerapan syariah
Islam secara menyuluruh (bukan hanya individu), kalau asas negaranya komunis
atau sekuler- kapitalis. Tidak mengherankan dalam masalah tata negara,
kedaulatan ditangan siapa akan sangat menentukan bentuk, dan arah sebuah
negara.
Penerapan syariah Islam oleh negara, bukan berarti
bahwa negara Khilafah hanyalah untuk kelompok tertentu atau orang tertentu
saja. Daulah Islam Madinah yang dipimpin oleh Rosulullah merupakan bukti yang
gamblang. Saat itu meskipun yang berlaku adalah hukum Islam, masyarakat Madinah
bukanlah homogen, hanya muslim saja. Disana terdapat orang Yahudi, Musyrik, dan
berbagai kabilah. Bisa disebut sepanjang sejarah kekhilafahan yang menerapkan
syariah Islam, tidak pernah ada masa dimana seluruh penduduknya beragama Islam.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
masyarakat Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen bahwa sanksi yang diberikan
bagi masyarakat yang melanggar syariat islam adalah hanya dikenakan hukum adat
sebagaimana yang berlaku diGampong masing-masing yang membuat pelanggaran, bersarkan
hal diatas maka pelaksanakan syariat Islam diKecamatan Peusangan Kabupaten
Bireuen belum maksimal sebagaimana yang diharapkan[1].
[1] Hasil Wawancara dengan Tgk. Husaini Tokoh Masyarakat Peusangan Kabupaten Bireuen, Tanggal 18 Juli 2011.
0 Comments
Post a Comment