Faktor-faktor Penyebab Pelanggaran Oleh Santri di Dayah


A. Faktor-faktor Penyebab Pelanggaran Oleh Santri di Dayah

Pelanggaran merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari aturan atau ketertiban. Dalam setiap lembaga pendidikan baik formal maupun non formal telah ditetapkan peraturan atau tata tertib yang tujuannya adalah untuk memperlancar proses belajar mengajar.
Dayah merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, terutama pendidikan Islam. Dengan demikian lembaga dayah memerlukan suatu aturan atau tata tertib yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dayah. Hal ini bertujuan agar proses penyelenggaraan pendidikan di lingkungan dayah dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Setiap peraturan yang telah ditetapkan oleh lembaga dayah harus dipatuhi dan diindahkan oleh semua pihak yang berhubungan dengan dayah. Jika peraturan atau tata tertib tersebut dilanggar oleh siapa saja maka harus diambil suatu tindakan berupa hukuman atau peringatan demi tegaknya kebenaran dan kelancaran dalam menuntut ilmu.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pelanggaran peraturan dayah antara lain:
1.     Santri jenuh
Perasaan jenuh akibat terlalu lama berada atau tinggal disuatu tempat, atau karena bosan juga merupakan suatu kondisi yang menyebabkan orang melakukan berbagai tindakan. Tindakan yang dilakukkan oleh santri yang merasa jenuh terkadang sangat merisaukan lingkungan, misalnya keluar asrama tanpa minta izin piket, tidak mengikuti pengajian dan berbuat keonaran di dalam lingkungan asrama.
Ellen G. Whaite, seperti yang dikutip oleh Henry N. Siahaan mengemukakan bahwa “pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus tanpa beristirahat, terlalu lama tinggal disuatu tempat, kondisi kesehatan yang tidak fit, tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain, tidak ada refreshing dapat menimbulkan rasa bosan (jenuh) bagi anak. Hal ini menyebabkan rasa malas bagi anak untuk belajar”.[1]
Dari pendapat diatas, dapat dipahami bahwa perasaan jenuh atau bosan merupakan suatu faktor yang sangat mempengaruhi seseorang melakukan tindakan yang keliru. Dalam lingkungan dayah jika santri telah menimbulkan rasa bosan dalam dirinya maka kemungkinan besar ia akan melakukan berbagai bentuk pelanggaran terhadap peraturan dayah. Oleh karena itu perasaan bosan (jenuh) pada santri harus ditanggapi dengan serius agar mereka merasa betah tinggal di lingkungan dayah.
2.     Masuk dayah bukan keinginan sendiri
Dorongan masuk ked ayah merupakan faktor utama terjadinya berbagai bentuk pelanggaran terhadap tata tertib dayah. Bagi santri yang masuk dayah bukan atas dorongan niatnya atau hati nuraninya sendiri, atau dengan kata lain masuk dayah karena adanya dorongan dari orang lain terutama karena orang tua atau teman-temannya maka kemungkinan ia melakukan pelanggaran cukup besar.
Keinginan seseorang untuk menuntut ilmu di suatu lembaga pendidikan seperti dayah sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan. Karena bagaimanapun juga besarnya dorongan dari orang lain, apabila seseorang tidak punya keinginan sendiri maka ia akan gagal dalam pendidikan.
Dalam proses pendidikan, jika terjadi unsur paksaan maka sulit bagi si anak untuk berkembang dan memperoleh hasil yang baik. Secara psikologis pendidikan akan berhasil dengan baik apabila pada diri si anak tumbuh keinginan atau timbul minat dari dirinya sendiri untuk mempelajari sesuatu.
Orang tua sering memaksakan kehendaknya terhadap anak. Terkadang orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang alim, sementara anaknya bercita-cita lain, sehingga terjadilah perbedaan dalam hal menentukan masa depan anak. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap jiwa anak, karena disatu pihak anak harus mengikuti keinginan orang tua dan dipihak yang lain anak harus mengorbankan keinginan dan minatnya sendiri.
Zakiah Daradjat dalam bukunya Harapan dan Tantangan menyebutkan bahwa keterpaksaan merupakan suatu tekanan perasaan yang menyebabkan timbulnya kemalasan dalam diri individu.[2]dengan demikian jelaslah bahwa rasa keterpaksaan merupakan hambatan atau ancaman bagi seseorang yang ingin melaksanakan proses pendidikan.
Demikian juga halnya dengan terjadinya berbagai pelanggaran terhadap tata tertib atau peraturan yang ditetapkan. Jika anak belajar atas paksaan dan bukan karena keinginan sendiri, maka ia senantiasa melakukan pelanggaran terhadap peraturan baik disengaja maupun tidak disengaja.


[1]Henry N. Siahaan, Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, (Bandung: Angkasa, 1996), hal. 143
[2]Zakiah Daradjat, Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, t.t.), hal. 37

0 Comments