Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kekerasan Menurut Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak


A.      Kekerasan Menurut Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak

Dalam pembahasan ini, panulis akan mengemukakan ada beberapa bentuk perbuatan (tindak pidana) kekerasan terhadap anak yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)[1] dan Undang-Undang Perlindungan Anak.  Dalam KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak ada beberapa tindak pidana, bahkan ada yang secara eksplisit disebutkan sebagai kekerasan terhadap anak, yaitu:
1.   Tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak yaitu:
-     KUHP Pasal 341 dan 342, tentang kejahatan terhadap nyawa, seperti merampas nyawa (pembunuhan) anak sendiri yang baru lahir .
-     KUHP Pasal 351 sampai 356, tentang kejahatan penganiayaan terhadap anaknya sendiri.
2.   Tindak pidana kekerasan psikis terhadap anak yaitu:
-     KUHP Pasal 278, tentang (kejahatan) terhadap asal-usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu.
3.   Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yaitu:
-     KUHP Pasal 283, tentang kejahatan yang melanggar kesusilaan, seperti menawarkan, memberikan, untuk terus menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa.
-     KUHP Pasal 387, tentang bersetubuh dengan wanita yang diketahui belum berumur lima belas tahun di luar perkawinan.
-     KUHP Pasal 290, tentang melakukan perbuatan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap orang yang belum berumur lima belas tahun.
-     KUHP Pasal 294, tentang melakukan perbuatan cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa.
-     KUHP Pasal 295, tentang menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa dengan orang lain.
1.   Tindak pidana kekerasan ekonomi terhadap anak yaitu:

-     KUHP Pasal 297, tentang melakukan perdagangan anak.
-     KUHP Pasal 300, tentang membuat mabuk terhadap anak.
-     KUHP Pasal 301, tentang memberi atau menyerahkan seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya kepada orang lain untuk melakukan pengemisan atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang dapat merusak kesehatannya.
Pemaparan di atas adalah berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang tertera dalam KUHP, hal ini merupakan bentuk khusus dari kekerasan dalam KUHP yang mempunyai konsekuensi khusus pula. Sementara kejahatan lainnya yang tidak disebutkan secara tegas bahwa korbannya anak, konsekuensinya sama dengan kejahatan yang korbanya bukan anak. Jadi, selain yang disebutkan di atas, masih dimungkinkan adanya kejahatan-kejahatan kekerasan lainnya terhadap anak.
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, religi dan seksual. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang ditetapkan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:
1.   Tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak yaitu:
-     UU Perlindungan Anak pasal 77,  ayat 1 “Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.” Ayat 2 “Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan fisik, mental, maupun sosial.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 80, yaitu “Melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 83, yaitu “Memperdagangkan, menjual,atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 84, yaitu “Melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 85, Ayat 1 “Melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak.” Ayat 2 “Melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objeknya tanpa mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 87, yaitu “Merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer atau penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa yang mengandung kekerasan, atau dalam peperangan”, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 63 dan pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak. 
-     UU Perlindungan Anak pasal 89, yaitu “Menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika, psikotropika, alkhohol, dan/atau zat adiktif lainya (napza).”
2.   Tindak pidana kekerasan Psikis terhadap anak yaitu:
-     UU Perlindungan Anak pasal 79, yaitu “Melakukan pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39.” Sebagaimana yang tertera dalamUndang-Undang Perlindungan Anak.
3.   Tindak pidana kekerasan religi terhadap anak yaitu:
-     UU Perlindungan Anak pasal 86, yaitu “Membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu muslihat atau serangkaian kebohongan.”
4.   Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yaitu:
-     UU Perlindungan Anak pasal 78, yaitu “Membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengungsian, kerusuhan, bencana alam, dan/atau dalam situasi konflik bersenjata.” Membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (NAPZA), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu.
-     UU Perlindungan Anak pasal 81, yaitu “Melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 82, yaitu “Melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul.”
-     UU Perlindungan Anak pasal 88, yaitu “Mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.”


[1]Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah aturan perundang-undangan yang memuat berbagai tindak pidana dan batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan yang berkaitan dengan segala tindak kejahatan dan pelanggaran. Lihat andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 3.