A.
Pengertian
Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”democritos”
yang berarti kebebasan berpendapat.[1]
Namun kata “democritos” dialihkan ke dalam bahasa Indonesia yang berarti
kedaulatan berada di tangan rakyat.[2]
Demikian pula halnya dengan demokrasi adalah pemerintahan rakyat, melalui
rakyat untuk rakyat.[3]
Definisi ini berarti keharusan rakyat untuk memerintah dirinya sendiri bagi
dirinya dengan sistem pemerintahan utama, dan dalam hal pendelegasian wewenang
pada keahlian manusia dalam pemerintahan yang sejati. Manusia, sebagaimana
ditemui dalam sejarah dan sosiologi, bisa paradoks dengan disiplin tersebut.
karena itu, demokrasi tidak dapat ditegakkan tanpa memahami ajaran spiritual
bagi manusia yang berhubungan dengan sejarah. Karena itu, melalui pengetahuan
sosial utama tersebut, serta mengajak manusia untuk tidak melampaui dirinya,
maka rakyat menetapkan hak dalam pemerintahan sejati.
Demokrasi tidak pernah ada dan terbentuk tanpa kesadaran
spiritual terhadap materi. Bila transendensi tersebut gagal, dan kondisi
psikologis yang darurat – yang ditata dalam sejarah dan dikuak oleh sosiologi –
demokrasi akan menyimpang dari teori dan praktiknya. Hal tersebut terjadi,
karena demokrasi merupakan akal dan sikap. Sedangkan sejarah adalah pengalaman
manusia yang bergerak, lebih banyak menampilkan tragedi perpecahan dan
intimidasi, dibanding gerakan yang bijak dan obyektif.[4]
Di sisi lain demokrasi dapat didefinisikan sebagai sistem
yang berdiri sendiri atas hak manusia, kebebasan, pluralisme politik, pemilihan
parlemen, multipartai, menerima oposisi, quota perempuan dalam politik,
menghargai hak-hak kaum minoritas agama dan etnis, kehidupan yang damai antar
daerah dan menyamakan dengan agama dan etnis lainnya, sikap terhadap kekuasaan
dan pergantian kekuasaan, menjalin kerja sama antar negara, organisasi partai rakyat,[5]
serta masih banyak definisi lain yang dapat dihubungkan dengan politik.
Berdasarkan argumentasi di tas dapat dipahami, bahwa
definisi demokrasi dapat dirumuskan berdasarkan keinginan masing-masing para
ahli. Artinya perumusan pengertian demokrasi terlihat dengan jelas dilakukan
sesuai dengan selera dan keinginan orang yang memberikan definisi demokrasi,
sehingga muncul suatu pengertian yang baku
dan dapat dijadikan rujukan oleh penulis berikutnya. Bahkan di sini terkesan
bahwa definisi dapat dirumuskan oleh siapa saja yang menginginkan sesuai dengan
keinginannya.
[1]Hassan Shadily, Ensiklopedi Islam., Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1983, hlm.
1015
[2]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 978
[3]Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhawanul Muslimin, Jakarta : Intermedia, 1999,
hlm. 63
[4]Hassan Sou’ib, Islam dan Revolusi Pemikiran, Surabaya : Risalah Gusti,
2000, hlm. 97
[5]Musthafa Muhammad Thahhan, Tantangan Politik Negara Islam, Malang : Pustaka Zamzami,
2003, hlm. 31
0 Comments
Post a Comment