A. Peraturan Kedisiplinan di Dayah
Dayah
merupakan suatu lembaga pendidikan islam yang menerapkan berbagai peraturan
untuk dilaksanakan oleh para santri yang sedang menuntut ilmu. Karena kita
ketahui bahwa dilingkungan dayah terdapat banyak santri-santri dengan berbagai
latar-belakang kehidupannya, sehingga perlu menerapkan tata tertib di
lingkungan dayah untuk menciptakan suasana tenang, damai dan lancar dalam
berbagai aspek kehidupan dayah.
Peraturan-peraturan
kedisiplinan yang diterapkan did ayah, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Zamakhsyari Dhofier yaitu:
1. Setiap santri mukim
harus tinggal dalam lingkungan komplek pesantren.
2. Setiap santri mukim
harus terdaftar dan mengikuti pelajaran-pelajaran di salah satu madrasah atau
sekolah.
3. Setiap santri harus
mengikuti kelompok diskusi sesuai dengan tingkat kelasnya, yang diadakan antara
jam 20.30-21.30 wib setiap malam.
4. Setiap santri
berkewajiban melakukan penjagaan di waktu malam di pintu gerbang sebulan sekali
untuk mencegah para santri keluar komplek.
5. Semua santri harus
tidur mulai jam 22.30 wib malam.
6. Semua santri harus
bangun tidur pada jam 04.30 pagi.
7. Para santri harus selalu memotong rambut dengan
rapi secara teratur, tidak boleh berambut gondrong.
8. Para santri tidak diperkenankan menyakiti
temannya baik secara fisik maupun mental.
9. Para santri dilarang bertengkar.
10. Para santri dilarang mengambil barang-barang
milik temannya tanpa izin pemiliknya.
11. Seorang santri yang
kehilangan barang tidak boleh mengumumkan atau menanyakan kepada temannya, ia
harus melapor kepada majelis.
12. Para santri dilarang bercampur baur secara
bebas dengan lawan jenisnya.
13. Para santri dilarang memanjat pagar
disekeliling pesantren.
14. Para santri dilarang mengendarai sepeda motor
dalam lingkungan pesantren.
15. Para santri dilarang
membunyikan radio, kaset recorder antara jam 22.30 wib sampai dengan jam 04.30
wib, juga pada waktu-waktu yang lain saat sedang dilakukan shalat berjama’ah.
16. Para santri dilarang meninggalkan komplek
pesantren antara jam 20.00 wib hingga jam 05.00 wib.[1]
Selanjutnya
beberapa peraturan yang diterapkan di lingkungan dayah antara lain sebagai
berikut:
1. Peraturan
Berbusana
Di lingkungan
dayah, berpakaian secara islami merupakan suatu kewajiban bagi para santri yang
sedang menuntut ilmu. Bagi santri laki-laki pakaian yang harus dikenakan harus
sopan dan menutupi auratnya. Seperti berpakaian lengan panjang, menggunakan
sarung dan memakai peci. Demikian juga dengan santri perempuan mereka
diwajibkan berpakaian sopan, menutup aurat seperti menggunakan jilbab,
menggunakan kain sarung dan pakaian lengan panjang.
Abdullah
Nashih Ulwan menyebutkan bahwa :Islam dengan prinsip-prinsipnya yang toleran
membolehkan bagi pemeluknya untuk tampil dengan pakaian dan gayanya dihadapan
masyarakat secara layak dan terhormat. Oleh karena itu Allah menciptakan apa
saja yang dapat dinikmati berupa pakaian dan perhiasan.[2]
Di lingkungan
dayah peraturan berpakaian sangat diutamakan. Karena pakaian yang digunakan
akan mencerminkan sikap dan kepribadian seseorang santri. Dalam mengenakan
busana para santri laki-laki dan perempuan haruslah berdasarkan hukum Islam,
karena pakaian yang digunakan akan menampilkan tingkat keimanan seseorang.
2. Peraturan
Berperilaku
Perilaku atau
budi pekerti merupakan hal yang sangat penting untuk diperkenalkan dan
diterapkan kepada anak didik terutama kepada santri di lingkungan dayah. Karena
kita ketahui bahwa dayah merupakan suatu institusi untuk membina generasi islam
yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur.
Menurut
Zamakhsyari Dhofier dalam buku “Tradisi Pesantren” menyebutkan bahwa
perilaku adalah “suatu keadaan batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang
mampu mendorong ia untuk berbuat (bertingkah laku), bukan karena sesuatu
pemikiran dan pula karena suatu pertimbangan”.[3]
Dari pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seorang santri di lingkungan dayah
merupakan gerak-gerik atau tingkah laku (moral) yang perlu dijunjung tinggi,
sehingga mereka benar-benar seorang yang berkepribadian Islam.
Penanaman
akhlak berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada
tindak tanduknya (perilaku). Dalam kehidupan sehari-hari para santri harus
menjadi contoh teladan bagi masyarakat sekitarnya. Karena itu peraturan
kedisiplinan dalam bidang perilaku sangat diutamakan. Hal ini menyangkut tata
karma dan adab dalam lingkungan dayah sebagai tempat untuk memperbaiki akhlak
seseorang menjadi akhlak muslim.
Perilaku
(akhlak) seseorang mempunyai cakupan yang luas, karena akhlak itu meliputi
berbagai aspek hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, dengan binatan dan dengan makhluk Allah
lainnya.
Syariat Islam
adalah syariat yang sempurna, menekankan pada pembinaan pribadi yang islami dari
segala aspeknya, antara lain yang sangat diperhatikan Islam adalah dari segi
sifat akhlak dan etika. Akhlak yang mulia merupakan refleksi iman dan buahnya.
Iman tidak akan menampakkan buahnya tanpa akhlak, bahkan Nabi mengatakan bahwa
tujuan terbesar kebangkitannya adalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang
mulia.
Budi pekerti
atau perilaku ini tidak akan kita temukan apabila kita melihat fenomena
konsep-konsep dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang hanya berlandaskan
pada materialisme serta asas manfaat dan kepentingan semata. Setiap kali
seorang muslim mengapresiasikan budi pekerti islami dalam diri dan tingkah
lakunya semakin dekatlah ia kepada kesempurnaan yang dicita-citakan yang dapat
memicunya untuk semakin bernilai dan semakin dekat kepada Allah Swt.
Sebaliknya
bila ia semakin jauh dari budi pekerti dan perilaku islami, maka pada
hakikatnya ia semakin jauh dari ruh dan sistem dasar Islam, sehingga ia hanya
menjadi manusia robot yang tiada memiliki ruh dan perasaan. Ibadah-ibadah dalam
Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak/perilaku. Setiap ibadah tidak
bernilai bila tidak terekspresikan dalam bentuk akhlak yang utama seperti yang
diajarkan dalam Islam.
Peraturan yang
mengikat santri dayah dalam peraturan perilaku ini berlaku terhadap cara
berbicara dan berbuat serta mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya,
seperti penggunaan harta bendanya, kesopanan terhadap orang yang lebih tua,
kesederhanaan dalam dalam bersikap. Dengan demikian kesopanan dan keserhanaan
menjadi peraturan kedisiplinan di lingkungan dayah.
Selanjutnya
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di lingkungan dayah ada suatu badan
(majelis) yang menetapkan aturan-aturan tingkah laku, disiplin dan
kesejahteraan santri, mengorganisir jamaah. Mereka mempunyai kekuasaan yang
cukup besar untuk menanamkan disiplin dan semangat belajar dalam pesantren.[4]
Tujuan
ditetapkan kedisiplinan bagi santri agar mereka dapat diajarkan percaya pada
diri sendiri dan mampu mengendalikan diri dalam suasana bagaimanapun juga.
Sehingga pada diri seorang santri tumbuh jiwa-jiwa kesatria yang penuh dengan
pengertian, pertimbangan serta penurutan sesuai dengan aturan yang diajarkan
pada suatu lembaga. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Wahjoetomo yaitu “Terbentuknya
sifat dan sikap yang amat menonjol dalam kepribadian para santri itu disebabkan
oleh sistem dan kondisi yang amat kondusif di pesantren. Selama di pesantren
para santri secara tidak langsung dilatih untuk mandiri, sehingga tumbuhlah
sikap tidak menggantungkan diri pada orang lain”.[5]
Oleh karena
itu peraturan kedisiplinan dayah merupakan suatu aturan tata tertib yang
diterapkan dalam suatu lembaga dayah untuk mengatur dan menata hubungan timbal
balik antara santri dengan tenaga pengajar dan juga dengan pimpinan dayah. Hal
ini bertujuan agar proses belajar mengajar pendidikan agama Islam pada dayah
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
[1]Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES,
1990), hal. 112
[2]Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam,
(Semarang: Asy Syifa, 1997), hal. 371
[3]Zamakhsyari Dhofier, Tradisi …, hal. 112
[4]Zamakhsyari Dhofier, Tradisi …, hal. 113
[5]Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Pustaka
Setia, 1998), hal. 16
0 Comments
Post a Comment