Memberikan Contoh Teladan Yang Baik
A.
Memberikan
Contoh Teladan Yang Baik
Para suami sepatutnya benar-benar menyadari bahwa dalam
pandangan Islam sebaik-baik laki-laki adalah laki-laki yang paling lemah lembut
dan paling baik sikapnya kepda istri, keluarga serta anak-anaknya. Jadi, jika
seorang suami bersikap berangasan, galak atau kasar, walaupun mempuyai pangkat
dan jabatan yang tinggi, memiliki ilmu yang banyak, menyandang gelar mentereng,
sebetulnya belum menjadi laki-laki yang baik. Memang, boleh jadi karena satu
dan lain hal, istri terkadang membuat jengkel atau sulit menaati suami.
Namun, sebenarnya yang paling penting untuk dipikirkan
adalah kepribadian sang suami itu sendiri. Mengapa? Karena, seorang suami akan
sulit untuk mengubah istri atau anak-anaknya kearah yang lebih baik, jika si
suami sendiri belum mengubah perilakunya menjadi baik. Padahal dalam Al Qur'an surat at-Tahrim : 6
Allah SWT. Berfirman:
يا
ايها الذين امنوا قوا أمفسكم واهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة
غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون ) التحريم: ٦ (
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Qs. at-Tahrim :
6 )
Dikatakan: "Jagalah dirimu dan keluargamu dari
siksa api neraka" Ini artinya, yang menjadi prioritas seharusnya adalah
menjaga diri dan keluarga. Pokoknya kalau kita ingin berbuat sesuatu, sesudah
kita memperbaiki diri, selamatkan keluarga. Banyak pemimpin yang jatuh
gara-gara keluarganya. Bisa dari istrinya, dari anaknya, atau sebaliknya.
Ironisnya, kadang-kadang suami lebih banyak menuntut dan
menyalahkan istri apabila ada hal-hal yang dianggapnya tidak baik. Misalnya,
ketika sang anak malas belajar atau beribadah, suami sibuk menyalahkan istri.
Istri dianggap tidak bisa memperhatikan anak, tidak mampu mendidik, dan
sebagainya. Padahal, persoalan mendidik anak bukan semata-mata tanggung jawab
istri. Tidak sedikit rumah tangga yang menganggap pendidikan anak hanya
pekerjaan ibu, sementara suami lebih sibuk mencari nafkah. Padahal sosok ibu
hanya sebagian daripada potensi rumah tangga. Memang mencari nafkah bagi suami
adalah kewajiban bahkan ibadah. Namun sesungguhnya, kewajiban suami itu bukan
hanya mencari uang atau mencari nafkah lahir, tetapi seorang suami juga
mempunyai kewajiban untuk menanamkan visi dalam rumah tangga. Kira-kira hendak
dibawa kemana rumah tangganya nanti? Disamping itu selayaknya seorang suami
dapat menjadi suri tauladan bagi istri dan anak-anaknya, serta mampu mengontrol
moral keluarganya agar tetap terkendali.
Orang tua harus lebih serius menjadi figur suri tauladan
bagi anak-anaknya. Jangan sampai anak kecewa pada figur orang tuanya. Misalnya,
sudah suami jarang pulang, ketika pulang bisanya hanya marah-marah. Bersikap kurang
sopan dihadapan anak, memperlakukan istri tidak baik dihadapan anak. Ketika
figur ayah tidak mencerminkan akhlaqul karimah, terus bagaimana anak bisa
termotivasi untuk berakhlaq baik? Disinilah kebanggaan anak pada figur ayah
bisa pudar begitu saja. Anak tidak lagi melihat contoh konkret dari figur
moral. Oleh karena itu, seorang suami hendaknya bukan hanya bangga karena bisa
membuatkan rumah untuk keluarga, jangan hanya bangga karena mampu membelikan
mobil, motor, dan sebagainya, namun seorang suami seharusnya berusaha
semaksimal mungkin untuk membangun keluarga yang bermoral, bermartabat, dengan
ikut memperhatikan pendidikan moral dan akhlak anaknya sebaik mungkin. Sehingga
akhlaknya kelak jauh lebih baik dari orang tuanya.”9
Itulah prestasi, jangan bangga mempunyai anak kuliah
diluar negeri, namun kelakuannya buruk. Itulah tanda kegagalan menjadi orang
tua. Bagaimanapun anak akan melihat sikap dan perilaku kedua orang tuanya.
Kegigihan orang tua yang dengan serius membuat program suri tauladan bagi anak-anaknya
adalah pendidikan yang tidak ternilai. Singkatnya, apa yang diinginkan dari si
anak, mulailah dari diri sendiri. Ingin anak rajin, jadilah orang tua yang
rajin. Ingin anak pintar mengaji, jadilah orang tua yang juga bisa mengaji.
Ingin anak ramah dan lembut, mulailah dulu dari orang tuanya. Suami pun
memiliki kewajiban untuk menata kesempurnaan ibadah, serta kebaikan akhlak dan
moral keluarganya. Oleh karena itu, mengurus rumah tangga idealnya menempati
porsi atau alokasi pemikiran khusus dari seorang suami. Bukan Cuma mengandalkan
perhatian sepintas atau perhatian kedua setelah urusan pekerjaan.
Dalam hadits diatas, akhlak yang baik serta perilaku
lemah lembut dari seorang suami memang sangat ditekankan. Tentu saja,
Rasulullah Muhammad SAW teramat patut untuk dijadikan sebagai sosok panutan
suami yang ideal. Nabi Muhammad SAW begitu halus dan lemah lembut sikapnya
kepada istri-istri beliau. Beliau tidak pernah marah dengan kata-kata kasar.
Kalaupun beliau marah, beliau hanya akan mendiamkan saja. Dan, itupun adalah bagian dari pendidikan yang
beliau berikan kepada istrinya.10
Allah SWT. berfiman dalam surat An-nisaa ayat 19 sebagai berikut
:
ياأيهاالذين
أمنوا لا يجعل لكم أن ترثوا النساء كرها ولا تعضلوهن لتذهبوا ببعض ما أتيتموهن إلا
أن يأتين بقاحشة مبينة وعاشروهن بالمعروف فإن كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شيئا ويجعل
الله فيه خيراكثيرا ) النساء:١٩
(
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak. (QS. An-Nisaa' ayat 19)
Apabila istri tidak taat
kepada suami, bisa jadi suaminya belum layak ditaati. Suami
harus berani mengevaluasi diri. Ibarat ada bisul terus dibelai, tentu orang
menjadi marah bukan karena belaiannya, tapi karena bisulnya. Kekerasan itu
bukanlah alternatif yang sangat penting, melainkan lemah lembutlah yang bisa
mendobrak kekerasan.
Aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan oleh
seorang suami ketika mendidik keluarga adalah perkataan yang harus terjamin
kebenarannya. Jangan sampai seorang suami berbohong sedikitpun kepada anak dan
istrinya, kecuali untuk hal-hal positif yang hanya ditujukan untuk menyenangkan
hati mereka, seperti memuji masakan atau dandanannya. Selanjutnya, bila
memperingatkan sesuatu harus tepat situasi dan kondisi. Jangan sampai ketika
bicara tidak tepat sikonnya, karena orang yang sedih dengan orang yang gembira
itu berbeda situasi hatinya. Lalu, jika berbicara jangan smpai menyusahkan.
Suami yang baik,kata-katanya itu harus yang enak. Jangan bicara yang membuat
istri semakin tertekan.
Misalnya, istri mempunyai kekurangan pada tubuhnya, jangan
disebut-sebut. Istri yang mempunyai masa lalu jangan diungkit-ungkit. Istri
mempunyai orang tua yang memiliki suatu kekurangan, jangan sekali-kali
dibeberkan. Jangan membuat orang susah perasaannya. Dan terakhir, seorang suami
yang baik itu, kalau berbicara dapat memberi manfaat. Nabi Muhammad SAW sangat
memuliakan sekali istri-istrinya. Di rumah membantu pekerjaan istri-istrinya.
Bahkan, Rasulullah SAW memanggil istrinya dengan panggilan kesayangan. Beliau
benar-benar senang bercengkerama dengan keluarganya. Anak istri beliau
dibahagiakan dan dimuliakan dengan bimbingan ukhrawi.11
Yang paling penting dari semua itu adalah selain suami
harus berlemah lembut, mampu menjadi contoh/tauladan dan mampu mendidik, adalah
bagaimana suami mendidik anak-anaknya agar bisa mengarungi hidup ini di jalan
Allah. Tidak cukup hanya membawa uang, tetapi anak harus tahu bagaimana
menyukuri uang, bagaimana menafkahkan uang di jalan Allah. Kehormatan seorang
suami bukan karena gelar, pangkat, kedudukan, harta, jabatan atau popularitas.
Yang namanya kemuliaan itu kalau kita mempunyai kemampuan untuk jujur pada diri
sendiri dan senantiasa memperbaiki diri agar tidak menyimpang dari jalan Allah.
Sehingga walaupun dia tidak dikenal, dia pekerja yang memungut sampah, dia
seorang pembantu di rumah, tapi bisa jadi lebih bagus daripada majikannya yang
mempunyai status jabatan yang lebih tinggi. Karena dia mampu membimbing
keluarganya menuju ridha Illahi. Allah tidak memandang kemuliaan seseorang dari
materi duniawi melainkan keindahan akhlaq dan budi pekerti.
Rasulullah SAW. Merepresentasikan dan mengekspresikan
apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan
tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah SWT., bagaimana bersikap
sederhana, bagaimana duduk dalam shalat dan do’a, bagaimana sujud dengan penuh
perasaan, bagaimana tunduk, bagaimana nangis kepada Allah SWT. di tengah malam,
bagaimana makan, bagaimana tertawa, bagaimana berjalan- semuanya itu dilakukan
oleh Rasulullah SAW.12
Seluruh perilaku Rasulullah SAW. tersebut kemudian
menjadi acuan bagi para sahabat sekaligus merupakan materi pendidikan yang
tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagai hasilnya, apapun yang diajarkan dapat diterima
dengan segera dari dalam keluarga dan oleh masyarakat pengikutnya, karena
ucapannya menembus ke hati mereka. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah
dalam kehidupannya merupakan cerminan kandungan al-Qur’an secara utuh,
sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Ahzab ayat 21:
لقد
كان لكم فىرسول الله أسوة حسنةلمن كان يرجوالله واليوماالأخر وذكرلله كثيرا )الأحزاب:٢١(
Artinya: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah
(Qs. Al-Ahzab : 21)
Beberapa prilaku Nabi Muhammad SAW. yang menjadi “Uswah
Hasanah” antara lain Tentang Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW.
Dalam kedudukannya seperti itu, Nabi Muhammad SAW. tidak
pernah menganggap dirinya lebih besar dan lebih hebat dibandingkan dengan orang
lain, ia tidak gila penghormatan dari orang lain, ia hidup dan berpakaian
seperti orang paling miskin, ia duduk dan makan bersama-sama dengan masyarakat
(termasuk budak dan hamba sahaya), tidurnya beralaskan tikar yang terbuat dari
pelepah daun kurma, sehingga ketika ia bangun dari tidurnya masih nampak
goresan-goresan tikar di pipinya.
Kerendahan hati adalah salah satu sifat teragung Nabi
Muhammad SAW. Dia mencapai derajat tertinggi setiap harinya, dia terus
bertambah rendah hati dan tunduk kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW. tidak
pernah tergoda untuk hidup bersenang-senang di dunia ini, ia telah mewakafkan
seluruh kehidupannya untuk mengajak orang lain kembali kepada jalan yang benar,
keyakinan bahwa dunia bersifat sementara untuk menuju kehidupan yang abadi di
akhirat ia wujudkan dalam gaya
hidup kesehariannya, sehingga Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan
ketauladanan dalam kesederhanaan hidup di dunia ini.
9 Sukamto Nuri, Petunjuk
Membangun dan Membina Keluarga Menurut Anjuran Islam, (Surabaya: Al Ikhlas,2000),
hal. 45