Mendidik Anak dengan Keteladanan
A. Mendidik Anak
dengan Keteladanan
Anak adalah “amanat bagi orang tuanya. Hatinya
yang suci merupakan permata tidak ternilai harganya, masih murni dan belum
terbentuk”.[1]
Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir
kepribadian anaknya. Sebelum
mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya
terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk
pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di
sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut.
Apalagi anak yang berumur sekitar 3-6 tahun,
ia senantiasa melakukan imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah dan
ibunya). Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua
harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya.
Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak
akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi
orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra
putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi
anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak dalam
membentuk pribadinya.
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang
menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri
anak. Sedangkan “ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan
kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan
agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan”.[2]
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak
(sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa
mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk
pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak
mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan
anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku
anak. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi
bagi anak.
Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah
Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu :[3]
1. Keteladanan dalam ibadah.
2. Keteladanan bermurah hati.
3. Keteladanan kerendahan hati.
4. Keteladanan kesantunan.
5. Keteladanan keberanian.
6. Keteladanan memegang akidah
Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya
bagi orang tua dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya
sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai
contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka senantiasa orang
tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak pergi dan pulang
ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi orang tua tampil
dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan
ditirunya.