Untuk Apa Kuliah?

Mengapa Harus Kuliah?

Diskusi tentang kualitas emosional manusia Indonesia, telah lama menjadi tema yang menarik. Mengapa orang Indonesia harus kuliah? Tidak cukup sekadar SMU/SMK atau yang sederat lainnya. Persoalannya, tahapan pembentukan karakter manusia di negeri kita secara bertahap, seperti ini.

Ketika menimba ilmu di SD, kebanyakan dari kita, berhasil mengubah nama teman serupa dengan ayah si teman. Di tahapan dasar ini, kita sedang membentuk diri menjadi pencela yang bahagia. Kita bahagia telah menyamakan ayah dengan anak dalam satu strip setara.

Di SMP, kita mulai belajar membully teman yang lemah. Di tahapan ini, kita mencapai level sebacai calon penjajah.
Di SMU/sederajat, kita belajar membangun solidaritas tanpa koma. Tidak penting melihat benar atau tidak. Atas nama solidaritas, kita akan melakukan apapun. Termasuk menyerang sekolah lain--tanpa pemberitahuan--. Di tahapan ini, kita belajar membangun "nasionalisme" tanpa ideologi. Di tahapan ini pun, kita kerap memanggil nama teman dengan sebutan anjing, babi, lembu, kambing, dll.

Di perguruan tinggi, untuk pertama kalinya kita melihat orang lain setara. Tidak ada yang lebih hebat. Sehingga jarang sekali terjadi hina-menghina, rundung-merundung. Istilah panggilan pun mulai menyebut kata "kawan". "sahabat", dll untuk mereka yang tidak dekat atau baru pertama kali bertemu. Untuk teman satu kelas, kita kerap menyebut nama asli.

Proses menghargai orang lain, juga dibantu oleh cara dosen menghadapi mahasiswa. Di kampus, akademisi tidak memandang mahasiswa sebagai anak-anak. Tapi sudah dilihat sebagai orang dewasa. Bila seorang dosen tidak senang dengan tingkah mahasiswa di dalam kelas, biasanya dia akan berkata "Bila Saudara tidak senang dengan mata kuliah yang saya ampu, silahkan cari dosen dan kelas lain. Saya tidak keberatan."

Ada yang bertanya, bila ada mahasiswa, atau sarjana, magister hingga pejabat besar, tidak mampu menghargai orang lain. Kejam dengan kekuasaan yang dimiliki, beringas karena pangkat, sesungguhnya mereka lulusan tingkat apa?

Orang-orang demikian sejatinya tidak sekolah. Mereka hanya hadir ke lembaga pendidikanuntuk menimba pengetahuan. Tidak berhasil menemukan pengajaran di tiap pendidikan yang ditempuh. Mereka orang yang tidak berhasil dicapai oleh cahaya ilmu. 

Penulis: Muhajir Juli

0 Comments