Wanita-Wanita Di Sekeliling Suami Saya

Wanita-Wanita Di Sekeliling Suami Saya


Setelah menikah dengan pria ini, saya agak terkejut, begitu banyak kontak yang tersimpan dalam gawainya berjenis kelamin perempuan. Begitupun dengan cerita-cerita yang diceritakan pada saya yang saat itu masih "istri barunya", tidak lepas dari sosok perempuan yang diakui sebagai teman-temannya. Ada Asra, Asri, Asma, Rahmi, Sri, Cut, Ajri, Ovi, Dini, Ika, Rawzah, Mina, Saliha, Emi dan banyak lagi yang tidak mungkin saya ingat seluruhnya.

Mengingat saya yang tidak memiliki teman laki-laki, awalnya merasa sedikit risih. Bagaimana bisa suami saya mengoleksi teman-teman wanitanya hampir menyamai jumlah teman laki-lakinya? Saya tidak bertanya ataupun menyampaikan keberatan, toh mereka sama sekali tidak mengganggu. Bukankah siapa saja merdeka berteman dengan siapapun? Ya, hibur saya pada diri sendiri.

Tidak hanya teman di kampus, suatu hari ia mengajak saya ke rumah saudaranya di Jeulingke, sepanjang lorong menuju rumah saudaranya tersebut, tak henti ia menyapa perempuan. Entah itu pedagang sayur, penjaga kios, tetangga, anak tetangga, Makcik yang sedang memungut tiram, siapa saja, seolah sudah sangat akrab. Saya yang dikenal pendiam baik dengan sesama perempuan apalagi laki-laki saat itu merasa telah salah memilih pasangan. Aduhai, bagaimana ini? Kemana hendak kukembalikan? Sementara ia santai saja, seperti tidak terjadi apa-apa.

Tidak berhenti sampai di situ, hari-hari masa pengantin baru saya juga dipenuhi oleh panggilan telepon yang bernada curhatan. Lagi-lagi dari teman perempuan. Segala usia. Semua strata. Penyesalan karena menikah dengannya semakin menjadi. Tetapi masih saya pendam sendiri. Baru dua bulan menjadi istri orang, apa kata Ibu jika kuceritakan?

"Kaleueh kupeugah bèk ilèe, tan kadeungoe." Pasti begitu.

Tiga bulan setelah menikah, ia mengajak saya berlibur ke Sabang.

"Ada teman Abang di sana. Kak Via." Katanya.

Perempuan lagi.

Satu setengah tahun setelah menikah sampai sekarang, ia menjadi guru di sebuah sekolah. Teman-temannya juga kebanyakan perempuan. Di sini saya sudah terbiasa. Berdamai dengan kenyataan bahwa, karakter suami saya memang senang berteman dengan perempuan. Hanya berteman. Mungkin karena sifatnya yang ramah dan hatinya yang lembut. Kali ini bukan sedang menghibur diri. Hanya mengingat kejadian kemarin sore di sebuah toko emas. Saya sedang bersama suami menunggu hujan reda di emperan toko, seorang ibu baru saja keluar dari toko tersebut.

"Ooomaak... Lagi mahal pun sempat nambah Ibu ini, ya?" Sapa suami saya.

"Heheheh iya, nih, Pak. Buat investasi." jawab Ibu tersebut sekenanya.

"Ini istrinya, pak?"

"Iya, bu.. Ini istri saya."

Saya mengangguk menghormati.

"Jangan lupa minta dibelikan yang banyak ya, Bu! Heheheh." Sambung ibu itu lagi sembari men-start mobilnya.

"Tuh, Bang! Ayo kita beli." Canda saya pada suami.

"Untuk apa investasi lagi? Kamulah investasi abang dunia akhirat." Kilahnya.

Baiklah!

Aku percaya.

Kamu memang bisa 🙄

Penulis: Ismi Marnizar

0 Comments