Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Hidup Kadang Kidding

Saya menyimpan tiket Kapal Cepat bernomor kursi 197 ke dalam saku gamis menuju ruang tunggu. Aroma roti panggang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan ber-AC itu. Jajaran kursi ruang tunggu menghadap ke arah laut, tepatnya ke dermaga yang seluruhnya dibatasi dinding kaca bening dari lantai sampai ke langit-langit. Saya memilih acak salah satu buku yang terpajang di rak kecil tepat di tengah-tengah jajaran kursi tunggu. Buku-buku ini memang diperuntukkan bagi calon penumpang yang lebih suka menikmati dunianya sendiri. Kupikir begitu.
Saya menyimpan tiket Kapal Cepat bernomor kursi 197

Sambil membuka random halaman demi halaman buku karangan Trinity tersebut, dalam hati saya terus berdo'a agar orang yang benar-benar saya hindari selama ini, jangan sampai menaiki kapal yang sama dengan saya. Dari kejauhan, semenjak saya memasuki pelabuhan, ia tampak keluar dari Mushalla dermaga, berjaket hitam, celana abu-abu, ransel hitam penuh muatan di punggungnya dan menenteng botol air mineral berkapasitas 600ml.

Dalam hati saya bergumam,

"Segitu luasnya pulau Sabang, segitu banyak penduduknya, kenapa harus bertemu dia lagi, dia lagi?"

Kadang di lain waktu, saya juga berpikir, hampir sepuluh tahun tinggal di pulau Sabang, dengan luasnya yang tidak seberapa, kenapa begitu sulitnya bertemu dengan seseorang yang selama ini hanya bercengkerama di dunia maya? Walau sekali saja.

Ah, tapi mungkin saja ia baru turun dari kapal, bukan? Mungkin juga ia cuma mampir sebentar menjemput kerabat atau keluarganya. Tidak mungkin ia ikut naik kapal yang sama dengan saya. Hibur hati saya.

"Kami beritahukan kepada seluruh calon penumpang Express Bahari 2F tujuan Ulee Lheue - Sabang sudah bisa bersiap-siap untuk menaiki kapal."

Sebuah announcement terdengar dari sumber informasi.

Saya menaruh kembali buku The Naked Traveller itu di tempatnya semula. Bersiap-siap boarding pass. Mata saya senantiasa mengawasi sekeliling. Dan benar saja, ia baru saja memasuki pintu kapal Express Bahari 2F, sesaat setelah saya melakukan boarding pass.

Tidak berputus asa, sembari berjalan menuju pintu kapal, saya terus berdo'a dengan bait-bait yang sedikit saya ubah dari sebelumnya,

"Ya, Tuhan, pisahkanlah nomor kursiku dengan nomor kursinya sejauh kutub utara dan kutub selatan! Kumohon, Tuhan, kumohon!"

Dengan gemetar, saya menduduki nomor kursi yang tertera pada tiket.

"Kamu sendirian juga?" sapa seorang penumpang berjaket hitam, bercelana abu-abu dengan air mineral di tangannya yang tersisa setengah botol, bernomor kursi 198.

Sumber: Facebook Ismi Marnizar