Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Menyelesaikan Permasalahan Dengan Bijaksana Sesuai Aturan Pendidikan Islam


Menyelesaikan Permasalahan Dengan Bijaksana Sesuai Aturan Pendidikan Islam

Menyelesaikan Permasalahan Dengan Bijaksana Sesuai Aturan Pendidikan Islam

Konflik dan permasalahan dalam berumah tangga antara suami dan istri adalah hal yang wajar terjadi. Tak sekadar perang urat syaraf, "piring terbang" dan aksi kekerasan fisik kadang turut mewarnai konflik. Tak jarang konflik suami istri berakhir dengan perceraian. Yang membuat kita miris, ternyata banyak dari pasangan yang memilih tidak melanjutkan kehidupan rumah tangga mereka, begitu saja! Tanpa alasan jelas lagi syari. Alasan yang paling sering mengemuka adalah faktor ekonomi, soal anak, orang ketiga, serta adanya ketidakcocokan lagi.
Klimaks konflik akhirnya  'sad ending'. Alih- alih konflik selesai, yang terjadi malah sebaliknya. Karena ada ketidakpuasan di salah satu pihak,  jalur hukum pun ditempuh. Dari soal rebutan harta hingga anak. Jadilah konflik makin seru! Kalau sudah begini,  salah siapa? Jangan sampai ini terjadi pada Anda.
Setiap orang yang menikah tentu menginginkan keluarga yang dibangunnya menjadi keluarga penuh sakinah, mawaddah  wa rahmah, yang di dalamnya dibangun komitmen menyatukan segenap jiwa raga, menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, dan untuk seterusnya mengaktualisasikan diri dalam peran dan tanggung jawab masing-masing sesuai kodrat. Firman Allah dalam al – Qur’an surat at-Taubah ayat 71:
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة ويطيعون الله ورسوله أولئك سير حمهم الله إن الله عزيز حكيم  ) التوبة:٧١(

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Qs.  At-Taubat: 71)

Pahamilah, menikah adalah mengumpulkan dua jiwa dengan karakter berbeda, menyatukan ketidaksamaan, beserta kelebihan dan kekurangan, menyatukan visi, misi, harapan, cita-cita serta komitmen dalam kesakralan ijab qabul. Subhanallah, satu wadah ikatan yang agung.  Jika Anda sadari sepenuhnya makna dan arti pernikahan, maka saat kita "berbeda" dengan pasangan, itu bukan lagi hal yang mengejutkan. Pernikahan memang harus dimatangkan dalam niat. Namun niat saja tak cukup. Pernikahan butuh kesiapan mental, tanggung jawab, ilmu, wawasan juga kedewasaan.
Berkonflik dengan pasangan adalah hal yang tak diinginkan oleh semua orang. Namun jika tetap terjadi? Langkah pertama adalah cari sebab sumber masalah. Anda atau pasangan Andakah penyebabnya? Mendeteksi sumber masalah menjadi hal penting, sebab dengan begitu Anda berdua bisa mencari solusi tepat dan terbaik bagi penyelesaiannya.  Terkadang hal remeh yang luput dari perhatian, bisa menyulut konflik. Seorang teman pernah bercerita, gara-gara bau jempol kaki, dia dan suami ribut! Pasalnya si teman ini merasa terganggu bau jempol suami. Saat ditegur -suami yang lagi ngantuk berat- malah marah. Jadilah adu mulut, yang berakhir perang dingin. Akhirnya si teman mengalah meminta maaf ke suami. Karena ia merasa "memulai", meski sebenarnya maksudnya baik, meminta supaya suami cuci kaki. Hanya saja tidak tepat. Akhirnya konflik berakhir manis, mereka saling meminta maaf.14
Jika marah pasangan Anda telah mereda, ajaklah ia bicara, duduklah berdua. Carilah tempat sebaik mungkin untuk Anda dan pasangan. Lakukan bicara terbuka dari hati ke hati. Bicaralah setepat dan sehati- hati mungkin agar tak kembali memancing konflik. Tanyakanlah harapan dan keinginannya, kenapa ia marah, kenapa begini, kenapa begitu. Lakukanlah dengan sabar dan lembut.
Saat Anda bicara terbuka, jangan libatkan hati terlalu banyak. Sebab yang muncul hanyalah "pembenaran" diri dan egoisme individu yang tinggi. Apalagi dalam keadaan marah. Pergunakan logika sehat dan kedewasaan saat berbicara. Berilah kesempatan pada masing- masing pihak untuk mengeluarkan "uneg-uneg". Jangan saling menyalahkan, apalagi menjatuhkan pasangan. Jangan bertindak emosional, karena Anda tak akan memperoleh apa pun selain menguras energi diri. Jangan terprovokasi suasana atau omongan orang lain yang merugikan. Dari hasil pembicaraan dan ungkapan perasaan pasangan, Anda bisa menjadi lebih mengerti dan mengenal siapa dirinya, pribadinya, juga keinginannya. Dan saat itu pula Anda dan pasangan memiliki kesempatan untuk saling intropeksi diri. Memberi perhatian lebih itu membuat berharga untuk Anda berdua, sehingga masing- masing pihak akan berusaha saling berlapang dada terhadap "kekurangan" pasangannya. Allah  berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 237:
للفقراء الذين أحصروا فى سبيل الله لايستطيعون ضربا فى الأرض يحسبم الجا حل أغنياء من التعفف تعرفهم بسماهم لا يسألون الناس إلحافا وما تنفقوا من خير فإن الله به عليم ) النساء:١٩(
Artinya: (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (Qs. Al- Baqarah: 237).

Menjadikan konflik bukan ajang tunjuk kesalahan, tapi menjadikannya jalan menuju arah lebih baik untuk hubungan selanjutnya.  Positive thinking (husnudzdzun) adalah bagian dari kepercayaan pada pasangan. Lakukanlah itu, karena itu akan menjadi semangat tersendiri buat Anda berdua untuk bisa saling memberikan yang terbaik. Baik dalam keseharian, saat senang ataupun di saat- saat sulit dalam menghadapi konflik.  Maksimalkan fungsi "arti diri" Anda berdua sebagai suami istri. Penuhilah hak dan kewajiban masing- masing. Tempatkan posisi Anda sebaik mungkin. Saat berkonflik, wanita lebih banyak memakai rasa, sentimental, juga emosional yang tinggi hingga terkadang meledak- ledak. Sebagai suami, tak ada salahnya bersabar selama kemarahan istri dalam batas yang masih bisa ditolerir, hindari kekerasan.15
 Pun sebagai istri saat marah, cobalah untuk sejenak "mengalahkan" rasa ego. Mengalah bukan berarti kalah. Demi keharmonisan dan penyelesaian konflik, teruslah berusaha dengan berbagai cara, baik dengan komunikasi ataupun menunaikan kewajiban dengan penuh keikhlasan. Semaksimal mungkin, cobalah untuk menyelesaikannya berdua, karena Anda berdua lebih tahu masalahnya. Terimalah bantuan orang lain atau yang Anda berdua percayai, bila perlu, untuk membantu penyelesaian konflik. Mintalah pendapat, saran, juga masukan positif. Anda bisa meminta tolong pada keluarga dekat, teman, sahabat atau pada seorang ahli untuk berkonsultasi.
Jika konflik telah mereda, mintalah maaf pada pasangan. Memang memaafkan tidak selalu mudah, tetapi banyak kebaikan yang dapat dituai bila kita mau memaafkan. Sebagai mana dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, memaafkan atau meminta maaf memiliki banyak kebaikan. Memaafkan merupakan sikap para penghuni surga. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali – Imran ayat 103 :
واعتصموا بحبل الله جميعا زلا تفرقوا واذكروا نعنت الله عليكم إذ كنتم أهداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعنته إخوانا وكنتم على شفا حفرة من النار فامقذكم منها كذلك يبيم الله لكم اياته لعلكم تهتدون) آل عمران:١٠٣(
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu  dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang- orang yang bertakwa. (Yaitu) orang- orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang- orang yang berbuat kebajikan.(Qs. Ali Imran:133- 134)

Jadi tak ada ruginya memaafkan orang lain. Apalagi orang lain itu adalah belahan jiwa Anda! Ingatlah saat-saat indah Anda, saat menjemputnya ke pelaminan, saat-saat mesra bersamanya, kebaikannya, juga bakti dan kasih sayangnya. Semoga itu mampu melumerkan ketegangan yang tengah terjadi, melembutkan kemarahan di dada. Perkawinan laksana mengarungi samudera luas, penuh gelombang dan badai. Bila mengarunginya dengan kapal yang dilengkapi peralatan lengkap juga kompas, insyaallah kita akan selamat tiba di pantai bahagia.
Konflik dan permasalahan timbul saat suami istri tak lagi memiliki visi dan misi yang sama. Untuk menyamakan dua hal tersebut, butuh proses dan waktu, juga kesabaran dan kebesaran jiwa, kedewasaan dan usaha yang teguh dan maksimal. Apa pun usaha yang kita lakukan sepanjang memiliki niat ikhlas, tidak akan disia- siakan oleh Allah .”16
 




14 Muhammad Thalib, Membina Mental Keluarga Sakinah, (Yokyakarta: Pro-U Media, 2008), hal. 98

15 Muhammad Thalib, Memasuki Rmantika Kehidupan Baru, (Yokyakarta: Pro-U Media, 2008 ), hal. 77

16 Muhammad Thalib, Menuju Pernikahan Islami, (Yokyakarta: Pro-U Media, 2008), hal. 54