Tanggung Jawab Pendidikan bagi Anak
A. Tanggung
Jawab Pendidikan bagi Anak
Orang tua terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan orang
pertama sekali dikenal oleh anak-anaknya. Ayah dan ibu merupakan panutan dan
idola anak-anak dalam sebuah rumah tangga. Ayah dan ibu bertanggung jawab penuh
terhadap kelangsungan hidup anaknya, yang meliputi kesehatan jasmani dan
rohani, kebutuhan sehari-hari, pakaian, perumahan dan pendidikan. Sehubungan
dengan masalah ini Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه
البخاري)[1]
Artinya: Dari
Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: Tiap-tiap anak yang baru lahir
dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan anaknya Yahudi,
Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari).
Demi kelangsungan hidup seorang anak,
para orang tua berkewajiban memenuhi segala bentuk keperluan yang dibutuhkan
anak-anaknya dalam pemeliharaan terhadap anak-anak, tidak membedakan terhadap
ayah dan ibu, akan tetapi keduanya berkewajiban untuk memelihara dan mengasuh
anak-anaknya dengan sebaik mungkin sehingga tumbuh dan berkembang sesuai dengan
umur perkembangannya. Sehubungan dengan tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya, Al-Hamdani menyatakan:
Tidak ada dalil nash yang mengutamakan
salah seorang di antara ayah dan ibu yang lebih baik berhak mengasuh anaknya
secara mutlak. Tidak ada kepastian mutlak bahwa si anak harus memilih. Para
ulama sepakat tidak mengutamakan yang jelek kelakuannya dari yang adil dan baik
budi pekertinya, yang jelas ialah ayah dan ibunya yang lebih berhak untuk
menjaga dan memelihara anaknya, memberi pendidikan, makanan dan pakaian.[2]
Ayah sebagai kepala rumah tangga berkewajiban memberi
nafkah untuk isteri dan anaknya, sedangkan ibu berkewajiban untuk mengurusi
rumah tangga dan menjaga serta memelihara anak-anaknya, termasuk di dalamnya
menyusui. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233
yang berbunyi:
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ ) البقرة: ٢٣٣(
Artinya: Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf... (QS. Al-Baqarah: 233).
Tanggung jawab ayah adalah memberikan nafkah yang meliputi sandang, pangan
dan wajib juga memberikan pendidikan yang sempurna terhadap anak-anak.
Kewajiban orangtua adalah membina masa depan anak-anaknya agar anak tersebut
berguna bagi agama, bangsa dan negara. Selanjutnya Yahya Harahap, mengungkapkan:
“Kewajiban bapak terhadap biaya dan pendidikan anak adalah kewajiban hukum yang
bersifat mutlak dan pasti”.[3]
Hal ini senada pula dengan yang terdapat dalam
KHI pasal 77 ayat 3yang berbunyi “ayah dan ibu berkewajiban memikul untuk
mengasuh dan memelihara anak-anak mereka baik mengenai pertumbuhan jasmani
rohani maupun kecerdasannya dan pendidikannya”[4].
Dengan demikian jelaslah bahwa suami wajib untuk menafkahi istri dan
anak-anaknya karena merupakan tanggung jawab moral yang tidak bisa dihilangkan.
Orangtua wajib untuk memberi perlindungan sepenuhnya kepada anak-anak sejak
dalam kandungan sampai dewasa, karena hal itu merupakan tanggung jawabnya
sebagai ayah dan ibunya. Proses pemberian atau penanaman pendidikan agama pada
anak menjadi tanggung jawab penuh ayah dan ibu., karena kedua orang tua selalu
berada di dekat anak-anak. Anak selalu meniru apa yang dilihat dalam rumah
tangganya. Di sisi anak sangat didambakan oleh setiap pasangan, akan tetapi di
sisi lain anak juga merupakan suatu tanggung jawab yang sangat besar yang harus
dipikul. Melalaikan tugas dan melalaikan tugas tanggung jawab sebagai ayah dan
ibu sanksinya adalah neraka.
Pendidikan
merupakan unsur utama yang diperlukan untuk menatap masa depannya, sehingga
dengan adanya pendidikan yang mantap dan memenuhi standar kebutuhan anak. Di
samping itu pula anak-anak dapat melalaikan seseorang yang mengingat Allah Swt.
dan perintah-Nya. Akhirnya yang dilakukan anak selalu bertentangan dengan
norma-norma agama.
Pembiasaan-pembiasaan
pada anak harus dilakukan sejak dini, sehingga termotivasi dalam hati anak dan
akan terbawa menjadi kebiasaan untuk selalu berbuat kebajikan. Sebenarnya
mengerjakan tentang kebiasaan anak-anak haruslah dimulai semenjak anak masih
kecil supaya menjadi tabiatnya, anak-anak akan timbul kebiasaan yang baik
lainnya. Membiasakan sesuai kebiasaan yang baik kepada anak haruslah hati-hati,
karena jika kebiasaan itu baik maka baiklah pendidikannya.
Tujuan utama
pendidikan ialah hendak merubah tingkah laku yang kurang baik untuk mencapai
kebiasaan-kebiasaan yang baik. “Pembiasaan yang baik itu dilaksanakan
berulang-ulang, sehingga kebiasaan menjadi milik anak-anak yang sukar
dilupakan. Dengan kata lain, bahwa pembiasaan itu adalah sumber dari kepatuhan”[5]
Dengan
demikian jelaslah bahwa orang tua sebagai tanggung jawab yang utama terhadap
kelangsungan hidup dan pendidikan anak-anak. Ayah sebagai kepala rumah tangga
berkewajiban dalam mencari nafkah dan memenuhi segala keperluan yang dibutuhkan
oleh anak dan istrinya. Sedangkan ibu berkewajiban untuk membimbing dan
mendidik anak-anak pendidikan agama sehingga anak-anak mampu menghadapi
persaingan dan tantangan zaman.
[1] Imam Bukhari, Shaheh Bukhari, juz. II, (Cairo: Darul Ma’taban,
Asya’biah, t.t), hal. 125.
[2] Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terj. Agus Salim, Hukum
Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1993), hal. 265.
[5]
Abdurrahman Shaleh, “Pembinaan dan Kepatuhan”, Majalah Pemda, Nomor IV, (Jakarta:Yayasan Departemen Agama Republik
Indonesia, 1970), hal 14.