Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Mengapa PKH dan Sembako Selalu Salah Sasaran? Berikut Penjelasannya!


Satu hal yang terkadang membuat kami para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) merasa jengkel dan geram adalah dengan munculnya pernyataan dari sebagian masyarakat desa bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Sembako tidak tepat sasaran bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengklaim bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Sembako hanya diperuntukan bagi keluarga aparatur desa. 


Namun ketika orang - orang tersebut diminta menyebutkan tidak tepatnya di mana dan siapa penerima bantuan sosial yang dimaksud, rata - rata tidak berani menyebutkan informasi tersebut. Ini sama saja kita menyebutkan jumlah bintang di langit ada 3 juta bintang dan ketika ada orang lain merasa tidak percaya orang tersebut disuruh menghitung sendiri jumlah bintang di langit.

Yang harus masyarakat ketahui tentang Program Keluarga Harapan (PKH) dan Sembako, termasuk didalamnya Program Indonesia Pintar (PIP) dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) nya dan PIS dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS) nya adalah semua jenis bantuan sosial itu disalurkan kepada masyarakat yang namanya tercantum pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau yang dulu biasa kita kenal sebagai Basis Data Terpadu (BDT). Bahkan ketika namanya sudah masuk dalam DTKS, bantuan sosial yang diberikan itu tetap harus disesuaikan dengan peringkat kemiskinannya. Peringkat ini disebut dengan istilah Desil Kemiskinan dan ada 4 Desil dalam DTKS sebagai berikut:

  • Peringkat paling rendah dikelompokkan dalam Desil 1, maka bantuan sosial yang berhak dia dapatkan adalah Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Sembako dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). 
  • Peringkat berikutnya dikelompokkan dalam Desil 2, maka bantuan sosial yang berhak dia dapatkan adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP), Sembako dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
  • Peringkat berikutnya lagi dikelompokkan dalam Desil 3, maka bantuan sosial yang berhak masyarakat dapatkan ialah Sembako dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
  • Peringkat paling terakhir dikelompokkan dalam Desil 4, maka bantuan sosial yang berhak dia dapatkan adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Jadi mohon maaf, meskipun ada sekelompok masyarakat yang hidupnya masih pra sejahtera (miskin) tapi namanya tidak masuk dalam DTKS, ya selamanya tidak akan dapat bantuan sosial. Lalu bagaimana supaya nama warga pra sejahtera tadi bisa masuk DTKS? Caranya adalah dengan melakukan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM), yaitu dengan mendatangi pihak perangkat desa supaya namanya bisa diusulkan masuk ke dalam DTKS. Nantinya usulan ini akan dimusyawarahkan di tingkat desa atau kelurahan. Jika usulan ini dikabulkan maka nama warga tersebut akan disampaikan ke Bupati. Namun, usulan yang sudah sampai ini pun harus diverifikasi lagi kebenarannya. Jika memang benar ya nanti namanya bisa dimasukkan dalam DTKS namun jika tidak ya usulan ini akan ditolak. Jika sudah fix, baru dikirim ke Kementerian Sosial.

Yang menjadi Permasalahannya sekarang adalah usulan yang dikirim itu rata-rata hanya usulan warga miskin baru. Warga miskin lama yang namanya ada di DTKS tidak ikut diusulkan untuk dicoret meskipun kehidupannya sudah sejahtera sehingga yang terjadi adalah, warga yang dapat bantuan sosial orangnya itu - itu saja padahal kehidupan ekonominya sudah membaik. Ini kan sangat merepotkan SDM PKH dan TKSK yang ada di lapangan. Mereka yang selalu dijadikan bulan-bulanan masyarakat.

Padahal, mekanisme pemutakhiran sudah dilakukan oleh SDM PKH maupun TKSK. SDM PKH secara rutin melakukan Pemutakhiran Data Sosial Ekonomi terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH nya. Ketika ada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH nya dilihat sudah sejahtera maka Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH tersebut diminta untuk mengundurkan diri dari PKH. Proses ini disebut dengan istilah Graduasi Mandiri. Sikap ini sungguh mulia karena Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH tersebut memiliki jiwa yang besar. Namun sebaliknya, bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH yang sudah sejahtera tapi bermental miskin, ajakan ini pasti akan ditolak. Siapa sih yang mau kehilangan sejumlah bantuan sosialnya yang selama ini diterima?

Menghadapi sikap demikian, ada satu cara lagi yang bisa dilakukan oleh SDM PKH yaitu dengan mengusulkan ke Dinas Sosial supaya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH nya itu dikeluarkan dari PKH berdasarkan PDSE tadi. Nantinya Dinas Sosial akan membuat surat dinas dan dikirim ke Kementerian Sosial supaya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH yang sudah sejahtera ini dikeluarkan dari PKH. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH juga bisa dikeluarkan dari PKH jika dia tidak mematuhi aturan dan kewajibannya selama menjadi peserta PKH.

Apa sih kewajiban Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH? Banyak! Beberapa diantaranya rajin membawa anak balitanya ke Posyandu, menyekolahkan anaknya dan tingkat kehadirannya adalah 85 % di setiap bulannya. Belum lagi harus mengikuti kegiatan P2K2 yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Jika tidak hadir, bisa kena sanksi berupa penundaan bantuan sosial hingga dicoret dari PKH. Kejam ya? Ini bukan kejam.. Tapi namanya sebuah program harus punya aturan yang dijalankan dengan tegas supaya programnya bisa semakin baik.

Lantas apa yang harus dilakukan masyarakat menyikapi hal ini? Jika masyarakat menjumpai hal - hal yang tidak sesuai di lapangan masyarakat bisa melakukan kontrol sosial. Awasi program yang ada. Kritik perangkat desa yang tidak mau memutakhirkan DTKS warganya. Jika ada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH atau Bansos yang kehidupannya sudah sejahtera, segera laporkan ke Pendamping PKH atau TKSK. Temui mereka di kantor Kecamatan. Berikan data - data warga yang dimaksud. Hal ini akan sangat membantu pihak - pihak di atas dalam memutakhirkan datanya. Tanpa peran dari masyarakat, program ini tidak akan berjalan dengan sempurna.


Penulis: Guruh Andrianto